Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, optimistis Indonesia akan menjadi pionir dalam pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, optimistis Indonesia akan menjadi pionir dalam pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Pemerintah juga menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 100 gigawatt (GW) yang akan menjadi pasar besar bagi industri baterai dalam negeri.
“Huayou sebentar lagi akan jalan dengan Antam dan IBC. Total investasi sekitar 8 miliar dolar AS. Nah, kalau ini semua jadi, kita targetkan akhir 2027, ini semua sudah jadi. Maka Indonesia akan menjadi salah satu negara pertama yang membangun ekosistem baterai mobil yang terintegrasi dari hulu sampai hilir,” kata Bahlil di Jakarta, dikutip Rabu (6/8/2025).
Pernyataan tersebut sejalan dengan program pemerintah menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Ini termasuk menjalankan arahan Presiden Prabowo Subianto terkait hilirisasi dan percepatan pembangunan industri mobil listrik. Selain itu, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) dalam sektor kelistrikan juga menjadi prioritas yang membuka peluang bagi industri baterai domestik.
“Dan kita minta baterai-baterai untuk listrik ini semua harus memakai produk Indonesia. Ini market besar. Ini akan mendorong bagaimana ketersediaan listrik bagi Koperasi Merah Putih. Karena kita akan pakai truk listrik, kita akan pakai motor listrik. Dan ini sekaligus mendorong transisi energi dan kedaulatan energi,” ujar Bahlil.
Dengan hadirnya ekosistem baterai kendaraan listrik, Indonesia dinilai berpotensi menjadi tujuan utama investasi efisien, sebab seluruh aspek dari bahan baku hingga infrastruktur pendukung telah tersedia.
“Tidak ada alasan, menurut saya, untuk tidak melakukan investasi yang efisien di Indonesia. Market-nya ada, bahan bakunya ada, ekosistemnya sudah ada, energi baru terbarukannya juga sudah tersedia,” tutur Bahlil.
Ia menambahkan, hilirisasi akan menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan mencapai 8 persen pada 2029. Hilirisasi juga diyakini akan mendorong penciptaan lapangan kerja, memicu pemerataan kawasan ekonomi, dan meningkatkan pendapatan negara.