REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menegaskan bahwa data rekening tidak aktif (dormant) yang mereka peroleh berasal dari pihak bank, bukan dari internal PPATK. Hal ini sekaligus membantah anggapan bahwa PPATK sendiri yang menentukan klasifikasi rekening dormant.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa sejak Mei 2025, PPATK menerima data rekening dormant secara langsung dari bank, sesuai dengan kriteria masing-masing bank.
"Nah, kami sudah melakukan segala upaya, termasuk sosialisasi dan pengkinian data. Sejak bulan Mei 2025, kami mendapatkan data langsung dari bank. Jadi bukan PPATK yang menentukan dormant ya, teman-teman," kata Ivan kepada wartawan, Rabu (6/8/2025).
Ivan menekankan bahwa definisi rekening dormant memang ditetapkan oleh masing-masing bank. PPATK hanya menerima dan menganalisis data tersebut.
"Ini banknya yang menyampaikan rekening dormant kepada PPATK dengan klasifikasi masing-masing. Jadi bukan PPATK yang menentukan," ujarnya.
Setelah menerima data tersebut, PPATK melakukan analisis secara bertahap yang disertai penghentian sementara transaksi. Jika hasil analisis tidak menemukan indikasi mencurigakan, maka rekening akan direaktivasi.
"Analisis lalu dikeluarkan, dilepas lagi rekeningnya. Dianalisis lagi tahap kedua, tahap ketiga, dan seterusnya sampai 15 tahap. Jadi ada 15 kali PPATK melakukan upaya penghentian lalu pembukaan lagi," kata Ivan.
Ia memastikan bahwa proses penghentian sementara tersebut kini telah berakhir. Dengan demikian, PPATK telah menyelesaikan seluruh tahapan penghentian transaksi sementara.
"Sehingga sampai hari ini, sesuai dengan rencana, PPATK memang sudah selesai dengan proses penghentian transaksi," ucapnya.
Ivan menegaskan, langkah tersebut diambil demi melindungi masyarakat dan menjaga integritas sistem keuangan nasional, terutama setelah PPATK menemukan praktik jual beli rekening yang marak dilakukan oleh pelaku kejahatan.
"Banyak sekali korban, saudara-saudara kita di luar sana, yang menjadi korban para pelaku tindak pidana untuk melakukan pencucian uang," ungkap Ivan.
Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Fithriadi, menambahkan bahwa pada Februari lalu, sebanyak 105 bank telah melaporkan data 122 juta rekening dormant kepada PPATK. Salah satu indikator rekening dormant adalah tidak adanya transaksi debet selama setahun.
"Didalami jumlah, saldonya, data nasabahnya bermasalah, belum ada pengkinian data. Banyak pemilik rekening tadi tidak mengetahui bahwa mereka punya rekening, jadi harus ada action," ujar Fithriadi.
Ia mencontohkan sejumlah rekening yang tidak aktif selama lima hingga sepuluh tahun, namun memiliki dana mengendap dalam jumlah besar. Dalam beberapa kasus, pemilik rekening telah meninggal dunia dan ahli warisnya tidak mengetahui keberadaan rekening tersebut.
"Ada juga rekening lama 5–10 tahun dengan nilai besar karena bisa jadi pemiliknya meninggal dunia, dan ahli waris tidak tahu. Kalau kita ambil tindakan, maka ahli waris jadi tahu bahwa keluarganya punya simpanan yang bisa diambil," jelasnya.