REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN--Musim kemarau menimbulkan ancaman terjadinya kebakaran hutan dan lahan, termasuk di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Potensi kebakaran hutan dan lahan di TNGC itu mencapai 3 ribu hektare.
“Hal ini (luasan potensi kebakaran) ditandai dengan banyaknya semak belukar dan alang-alang di wilayah utara dan barat daya yang mencapai 3 ribu hektare, atau secara luasan mencapai 20 persen wilayah TNGC,” ujar anggota Komisi IV DPR RI, Rina Sa’adah, dalam Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Pencegahan Kebakaran Hutan, di Kuningan,
Rakor yang digelar oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) itu bertujuan untuk menyelaraskan, mensinergikan serta mengintegrasikan seluruh rencana aksi penyelenggaraan pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran hutan khususnya di Kawasan TNGC.
Rina mengatakan, Kabupaten Kuningan menerima anugerah yang luar biasa dengan keberadaan Gunung Ciremai. Pasalnya, wilayah TNGC sebagian besarnya berada di Kabupaten Kuningan, dan sisanya di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Cirebon. “Saya mengajak kepada seluruh masyarakat Kuningan untuk menjaga bersama-sama keberadaan hutan dan alam di wilayah Gunung Ciremai,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, meminta pada pihak berwajib agar menindak tegas apabila ada oknum yang sengaja menyebabkan kebakaran hutan.
Dian mengungkapkan, kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan kelestarian kawasan hutan. Tidak hanya disebabkan oleh gejala-gejala alam, tetapi juga lebih disebabkan karena kelalaian manusia bahkan ada pula yang disebabkan oleh unsur kesengajaan. “Untuk itu saya titip kepada Pak Kapolres dan jajaran agar bertindak tegas tanpa ampun pada oknum yang menyebabkan kebakaran hutan,” kata Dian.
Ia menyebutkan, pada 2024 lalu, telah terjadi 629 kejadian kebakaran hutan yang menghabiskan lebih dari 283 ribu hektare hutan se-Indonesia. Ia berharap, tahun ini kebakaran hutan tidak terjadi, apalagi di wilayah Gunung Ciremai.
“Kita tegakkan komitmen kita untuk senantiasa menjaga lingkungan. Rakor ini mari kita maknai tidak hanya seremonial, tetapi menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga kelestaian alam dan hutan,” kata Dian.
Ia menambahkan, kebakaran hutan menjadi salah satu ancaman yang paling serius terhadap kelestarian kawasan hutan. Pasalnya, peristiwa itu dapat menimbulkan kerugian pada berbagai aspek seperti ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dian juga menitipkan pesan agar meningkatkan koordinasi kolaborasi dengan segenap unsur pentahelix. Hal itu dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan. “Bentuk posko kesiapsiagaan dan melakukan pemantauan secara cermat dan berkelanjutan untuk mengetahui situasi terkini (real time) terhadap perkembangan informasi peringatan dini,” kata Dian.
Tak hanya itu, Dian juga memerintahkan agar mengaktifkan potensi sumber daya manusia, dan peran serta masyarakat untuk melakukan piket malam. Selain itu, meningkatkan budaya kearifan lokal dan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan ketika membuka atau membersihkan lahan.
Dian meminta para camat agar menghimbau para kepala desa dan lurah di wilayah kerjanya masing-masing. Hal itu agar mereka melakukan tindakan-tindakan preventif sebagai upaya pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan.