Pengamat Pangan dari Universitas Andalas, Muhamad Makky.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pangan dari Universitas Andalas, Muhamad Makky menilai capaian 10 bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebagai tonggak penting kedaulatan pangan Indonesia berjalan dengan mulus.
Untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras tanpa impor, bahkan mencatat stok cadangan beras nasional lebih dari 4 juta ton—tertinggi sepanjang sejarah.
Menurut Makky, keberhasilan ini tidak terlepas dari kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi yang dijalankan pemerintah, seperti pembukaan dua juta hectare sawah baru di berbagai wilayah yang bisa memperkuat optimasi lahan untuk meningkatkan produksi padi pada luas baku sawah yang ada.
Selain itu, percepatan distribusi pupuk langsung dari pabrik ke petani juga memiliki dampak positif terhadap kenaikan produksi. Apalagi pemerintah telah jor-joran memberi bantuan alat pertanian, serta penetapan harga beli gabah Rp 6.500/kg untuk melindungi produsen.
“Dampaknya terasa langsung di lapangan. Harga gabah stabil, petani tersenyum, dan Indonesia kembali mengekspor beras dan jagung. Namun yang terpenting serapan gabah oleh Bulog harus dilihat dari aspek psilologis yang menyebabkan semangat petani untuk meningkatkan produksi tercapai,” katanya dikutip Jumat (15/8/2025).
Selain memastikan pasokan aman bagi konsumen, pemerintah memperketat pengawasan terhadap praktik penimbunan dan manipulasi harga. Presiden menegaskan akan memproses hukum pelaku kecurangan dan memberikan sanksi tegas demi menjaga hak rakyat mendapatkan beras dengan kualitas, kuantitas, dan harga yang layak.
Capaian ini, menurut Makky, menjadi bukti kemandirian pangan bukan sekadar slogan, melainkan hasil dari kebijakan terukur, keberanian mengambil keputusan strategis, dan kemauan politik yang kuat.
“Ini momentum emas untuk mempertahankan kedaulatan pangan Indonesia di masa depan,” tegasnya.