Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ada pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu lokal. Pemilu nasional meliputi Pilpres, Pileg DPR RI, dan Pileg DPD RI. Sementara Pemilu lokal yakni Pilgub, Pilbup, Pilwalkot dan Pileg DPRD.
Penyelenggaraan keduanya harus diberi jarak. Pemilu lokal dilaksanakan paling cepat 2 atau paling lama 2,5 tahun setelah presiden atau DPR atau DPD dilantik.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengatakan putusan MK tak sesuai dengan konstitusi Indonesia. Sebab dalam konstitusi jelas diatur Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
"Keputusan MK itu agak pelik, karena di satu pihak, kalau tidak dilaksanakan, maka akan melanggar konstitusi karena keputusan MK itu bersifat final dan mengikat," kata HNW di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/8).
"Tapi kalau dilaksanakan, juga potensial melanggar konstitusi, karena ada mengundurkan pemilihan DPRD 2 tahun atau 2,5 tahun berikutnya," tambah dia.
Namun dengan putusan MK ini, Pileg DPRD baru bisa dilaksanakan paling cepat pada 2031 atau 7 tahun usai Pileg DPRD terakhir di tahun 2024.
Maka, agar putusan MK ini tak melanggar konstitusi, HNW mengusulkan agar Pemilu dibuat dalam tiga tahapan yakni Pemilu Legislatif (DPR, DPD, DPRD), Pilpres dan Pilkada.
Menurutnya, solusi ini sudah pernah dilakukan pada 2004, 2009 dan 2014. Di tiga Pemilu itu, Pileg dimulai beberapa bulan sebelum Pilpres.
“Pemilihan DPR, DPRD, DPD itu bulan Februari. Pemilihan presiden di bulan Juni. Pemilihan kepala daerah di tahun-tahun berikutnya,” ucap HNW.
“Dengan demikian maka selesai seluruh permasalahan, tidak ada rezim 5 kotak, tidak ada pelanggaran konstitusi, dan itulah yang termaktub dengan sangat jelas di dalam konstitusi kita,” tambahnya.
HNW menyebut, dirinya hanya memberikan usulan. Masalah sistem Pemilu yang cocok diterapkan di Indonesia, HNW mengatakan hal ini kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang.
“Nah, kami di MPR menyerahkan ini adalah bagian daripada yang disebut sebagai open legal policy, terserah kepada pembuat undang-undang dalam hal ini adalah DPR. Monggo DPR membuatnya bagaimana,” tandas HNW.
Sementara pembahasan Revisi UU Pemilu tak kunjung dibahas oleh DPR. Terkait putusan MK sendiri, DPR masih melakukan pengkajian.