
Pertumbuhan kredit perbankan nasional masih lesu pada pertengahan tahun ini. Bank Indonesia (BI) mencatat kredit hanya tumbuh sebesar 7,77 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 8,43 persen (yoy). Perlambatan ini menjadi perhatian serius, mengingat BI telah melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga dan memperkuat dukungan likuiditas.
Di tengah tren suku bunga acuan yang lebih rendah dan ketersediaan dana yang longgar, perbankan dinilai belum sepenuhnya agresif dalam menyalurkan pembiayaan. Sikap hati-hati bank, terutama dalam menetapkan standar penyaluran kredit, disebut menjadi salah satu penyebab. Selain itu, permintaan kredit dari dunia usaha juga masih perlu didorong agar lebih kuat.
“Kredit perbankan pada Juni 2025 tumbuh sebesar 7,77 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43 persen (yoy). Dari sisi penawaran, perkembangan ini dipengaruhi oleh perilaku bank yang cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit, di tengah DPK yang tumbuh meningkat menjadi 6,96 persen (yoy) pada Juni 2025,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (16/7).
Di sisi penggunaan, pertumbuhan kredit investasi menjadi yang tertinggi dengan 12,53 persen, diikuti kredit konsumsi sebesar 8,49 persen. Namun, kredit modal kerja yang merupakan indikator utama aktivitas usaha hanya tumbuh 4,45 persen.

Sementara itu, kredit UMKM masih menunjukkan kinerja rendah dengan pertumbuhan 2,18 persen. Pembiayaan syariah sedikit lebih tinggi dengan 8,37 persen.
Perry menilai kredit pada sektor-sektor produktif seperti perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha masih perlu ditingkatkan untuk mendukung pembiayaan ekonomi. BI memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2025 berada dalam kisaran 8 hingga 11 persen, namun hal ini membutuhkan kerja sama semua pihak.
BI Guyur Perbankan dengan Insentif Rp 376 Triliun
Untuk mempercepat penyaluran kredit ke sektor riil, Bank Indonesia mengandalkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM yang disalurkan mencapai Rp 376 triliun. Dana ini diberikan kepada bank-bank yang aktif menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.
“Kami menambah insentif likuiditas yang jumlahnya sangat besar. Tadi kami sampaikan bahwa data untuk besarnya insentif likuiditas mencapai Rp 376 triliun bagi bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor kredit,” ungkapnya.
Insentif ini disalurkan kepada berbagai kelompok perbankan, mulai dari bank BUMN, bank swasta nasional, bank pembangunan daerah (BPD), hingga kantor cabang bank asing. Sektor penerima insentif mencakup pertanian, perumahan rakyat, real estat, konstruksi, perdagangan, transportasi, pariwisata, ekonomi kreatif, UMKM, ultra mikro, hingga sektor hijau. Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong pembiayaan pada sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, sekaligus sejalan dengan prioritas pembangunan nasional.
Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono menambahkan bahwa daya serap kredit di tingkat daerah masih belum optimal.
“Kami juga melihat bahwa pertumbuhan kredit itu memang belum mencerminkan kekuatan penuh dari sektor unggulan di daerah. Jadi kita melihat demand for credit-nya belum begitu kuat,” ujarnya.
BI pun memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah, OJK, dan perbankan melalui badan musyawarah perbankan daerah (BMPD) untuk mengidentifikasi dan mempercepat penyaluran kredit di daerah. Langkah ini diharapkan dapat membangkitkan kembali permintaan pembiayaan dari pelaku usaha lokal dan memperkuat denyut ekonomi domestik.
Di samping itu, Perry mengaku telah menggunakan seluruh instrumen kebijakannya secara maksimal. Penurunan suku bunga, stabilisasi nilai tukar, pelonggaran likuiditas, dan insentif masif kepada perbankan menjadi wujud komitmen untuk mendorong kredit dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dari Bank Indonesia sudah all out untuk mendorong pertumbuhan ekonomi termasuk juga mendorong kredit pembiayaan perbankan. Kami turunkan suku bunga, bahkan masih ada ruang penurunan suku bunga,” katanya.