REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah tantangan kondisi makroekonomi dan pelemahan daya beli masyarakat, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) mencatatkan pendapatan konsolidasi senilai Rp73 triliun. Sementara itu, laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) konsolidasi sebesar Rp36,1 triliun dengan margin EBITDA 49,5 persen.
Laba bersih perseroan menyentuh Rp11 triliun dengan margin 15 persen. Pada kuartal kedua tahun ini, bisnis data, internet, dan layanan IT masih menjadi tulang punggung pendapatan perseroan dengan kontribusi Rp42,5 triliun. Dengan dinamika tantangan industri saat ini, Telkom tetap memiliki kekuatan untuk bersaing di pasar digital, mengingat jaringan infrastrukturnya yang terlengkap serta jumlah penggunanya yang terbesar di Tanah Air.
Hal ini mendukung perseroan untuk bersaing dengan perusahaan telekomunikasi lain, baik dalam menawarkan layanan bagi pelanggan korporasi maupun pelanggan ritel. “Kami melihat anak usaha yang bergerak di bidang infrastruktur digital berpotensi memberikan peningkatan kontribusi pendapatan dan laba bagi perusahaan di masa mendatang,” kata Analis Mandiri Sekuritas, Henry Tedja, di Jakarta, dalam siaran persnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan infrastruktur digital tersebut meliputi bisnis data center, jaringan telekomunikasi last-mile dan backbone, serta bisnis kabel bawah laut yang mampu menghubungkan Indonesia dengan berbagai negara. Henry menyebut, perusahaan memiliki kapabilitas serta aset yang kuat sehingga mampu menarik investasi maupun permintaan dari pemain lokal dan multinasional.
Oleh karena itu, Henry menilai Telkom berpotensi mencatatkan perbaikan pendapatan pada semester II 2025 dengan dukungan peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu, tingkat persaingan di industri telekomunikasi dinilai sudah kondusif. Hal ini ditandai dengan kenaikan harga untuk beberapa produk telekomunikasi, baik dari Telkomsel maupun pesaingnya.
“Hal ini akan membuat perusahaan mampu memberikan perbaikan pertumbuhan pendapatan yang berkualitas di semester II 2025,” ujar Henry.
Lebih lanjut, Henry juga mengungkapkan fokus Telkom memperkuat lini B2B sudah tepat, mengingat bisnis B2C melalui Telkomsel mulai matang. Dampaknya, bisnis B2C hanya dapat memberikan pertumbuhan pendapatan di level low-to-mid single digit growth rate. Sementara itu, potensi B2B saat ini sangat besar.
Potensi tersebut ditandai dengan pembangunan data center yang masif di Indonesia, permintaan keamanan siber yang terus meningkat, serta digitalisasi bisnis untuk meningkatkan efisiensi dunia usaha. Hal ini dapat membantu Telkom membukukan pertumbuhan pendapatan di level mid-to-high single digit growth rate.
Henry menilai, baik segmen konsumer (mobile dan fixed broadband), segmen enterprise, segmen wholesale and international, bisnis menara telekomunikasi, maupun bisnis data center dan cloud, semuanya berpotensi memberikan kontribusi positif bagi perusahaan di masa mendatang. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa kontribusi bisnis konsumer terhadap total pertumbuhan pendapatan kemungkinan mulai berkurang.
Sebab, bisnis Telkomsel, terutama untuk layanan mobile, sudah mulai matang. Mandiri Sekuritas melihat pertumbuhan bisnis Telkomsel akan bertumpu pada peningkatan penetrasi fixed broadband di Indonesia. Sementara itu, segmen lain berpotensi memberi kontribusi pertumbuhan pendapatan lebih tinggi apabila Telkom melakukan konsolidasi aset dan membuka akses infrastruktur kepada pihak eksternal.
“Hal ini juga akan mengoptimalkan asset return dalam jangka panjang,” tutur Henry.