REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tidak bisa dijadikan solusi instan untuk menyelesaikan setiap persoalan bangsa. Hal itu disampaikan Muzani dalam pidatonya pada peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-80 MPR RI di Jakarta, Senin (18/8) malam.
“Amandemen bukanlah solusi instan untuk setiap masalah, ia harus melalui sebuah proses panjang. Ia harus melalui sebuah proses transparansi, yakni masyarakat harus mengetahui setiap langkah dan alasan di balik usulan perubahan tersebut,” kata Muzani.
Menurutnya, konstitusi adalah cerminan cita-cita luhur para pendiri bangsa yang wajib dijaga. Konstitusi adalah wujud nyata dari visi para pendiri bangsa tentang sebuah bangsa yang menjunjung tinggi keadilan sosial, memastikan kemakmuran untuk semua, menjaga persatuan dalam perbedaan, dan memiliki kedaulatan penuh sebagai negara yang merdeka.
Muzani mengingatkan bahwa perjalanan bangsa kerap diwarnai godaan untuk mengabaikan norma-norma luhur konstitusi. Hal itu, menurutnya, berbahaya karena bisa merusak tatanan hukum dan menghancurkan cita-cita bangsa.
Karena itu, ia menegaskan pentingnya peran MPR sebagai benteng terakhir penjaga konstitusi. MPR, lanjutnya, harus memastikan Undang-Undang Dasar 1945 tetap utuh, relevan, serta menjadi pedoman tertinggi bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, Muzani menekankan pentingnya kajian mendalam terhadap sistem ketatanegaraan. Ia menyebut MPR perlu mengkaji efektivitas sistem presidensial, potensi tumpang tindih kewenangan antarlembaga negara, serta memastikan seluruh produk hukum tidak bertentangan dengan UUD 1945.
“Dengan kajian yang objektif dan mendalam, MPR diharapkan dapat mencegah lahirnya kebijakan yang berpotensi merusak tatanan hukum dan semangat konstitusi. Selain mengkaji sistem ketatanegaraan, MPR juga memiliki kewenangan untuk menyusun dan menetapkan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” tegas Muzani.
Ia menambahkan, perubahan UUD 1945 hanya bisa dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen bangsa, mulai dari akademisi, tokoh masyarakat, hingga rakyat.
“Konstitusi bukanlah milik sekelompok orang, melainkan milik semua golongan, milik semua orang, bahkan milik semua anak bangsa. Mari kita gunakan setiap kewenangan yang kita miliki, baik melalui pengkajian, sosialisasi maupun perumusan kebijakan untuk memastikan bahwa konstitusi tetap tegak dan tidak tergoyahkan,” katanya mengakhiri.