
Presiden Prabowo Subianto akhirnya memutuskan 4 pulau kembali milik Aceh. Ini diputuskan setelah ditemukan dokumen baru yang menjadi dasar keputusan baru ini.
Mensesneg Prasetyo Hadi mengatakan, polemik ini bisa jadi momentum untuk memperbaiki sistem kearsipan RI. Sebab, butuh waktu dan ketelitian lebih untuk menemukan dokumen baru yang jadi data penunjang keputusan ini.
"Ke depan harus kita rapikan semua pengarsipan-pengarsipan kita. Ini karena berdasarkan laporan dari Bapak Mendagri, ternyata juga tidak hanya di 4 pulau yang antara perbatasan Sumut dan apa namanya, Aceh, tapi ada juga di beberapa provinsi yang lain juga mirip-mirip ini," kata Prasetyo Hadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6).

Dokumen baru yang jadi dasar keputusan 4 pulau milik Aceh, yakni Kepmendagri No. 111 Tahun 1992. Dokumen ini tidak ditemukan Kemendagri dan tim saat memutuskan 4 pulau menjadi milik Sumut.
Setelah polemik Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek dan Mangkir Panjang bergulir kembali, tim mencari lebih dalam ke gedung arsip yang diduga kuat jadi tempat penyimpanan dokumen terkait dan berhasil ditemukan.
Karena itu pula, Prasetyo ingin ada pembenahan terhadap sistem pengarsipan.
"Nah, ini momentum yang baik untuk kita berbenah. Ke depan kita rapikan kalau perlu tadi juga ada usul untuk membuat kesepakatan-kesepakatan di antara dua wilayah-dua wilayah yang berdekatan supaya tidak timbul masalah seperti ini lagi di kemudian," tambah dia.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, tim sampai harus mencari ke salah satu gedung arsip di kawasan Jakarta Timur untuk menemukan Kepmendagri No. 111 Tahun 1992 ini.
“Kita punya pusat arsip di Pondok Kelapa Jakarta Timur itu ada tiga gedung dibongkar, dibongkar, dokumen asli yang kesepakatan dua gubernur tersebut yang disaksikan oleh Pak Rudini (eks Mendagri tahun 1992) enggak ketemu,” kata Tito saat konferensi pers di Istana Negara, Selasa (17/6).
“Tapi yang ketemu adalah Kep (Kepmendagri). Nah inilah dokumen yang menurut kami sangat penting Kepmendagri nomor 111 tahun 1992 ini tanggalnya 24 November 1992,” sambungnya.

Dalam dokumen itu juga dilampirkan denah Topografi TNI AD 1978 yang menampilkan 4 pulau itu milik Aceh. Sebelumnya, dokumen ini dianggap tidak dapat jadi pertimbangan sehingga waktu itu ditetapkan pulau jadi milik Sumut.
Tito menjelaskan, saat itu, dokumen topografi hanya berbentuk foto kopi. Dokumen semacam ini rawan dipatahkan bila ada gugatan.
“Saat itu dokumennya hanya dokumen fotokopi. Kita tahu dalam sistem pembuktian, dokumen fotokopi mudah sekali nanti kalau misalnya ada masalah hukum untuk dipatahkan,” katanya.