Polemik pembayaran royalti lagu masih jadi perdebatan publik. Sebab, sejumlah pihak sempat khawatir untuk memutar lagu imbas adanya kewajiban pembayaran royalti yang ada di UU Hak Cipta.
Kini, aturan tersebut tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu diajukan oleh 29 musisi Indonesia. Mereka meminta kepastian ihwal pembayaran royalti dalam membawakan lagu milik orang lain.
Dalam sidang lanjutan di MK, salah satu yang disinggung adalah nasib orang yang membawakan lagu saat acara ulang tahun. Apakah mereka wajib bayar?
Pertanyaan itu disampaikan oleh Guru Besar Kekayaan Intelektual dan Cyber Law Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Ahmad M. Ramli. Ia dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan uji materi UU Hak Cipta, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/8) lalu.
Dalam pemaparannya, Ramli awalnya bercerita soal kekhawatirannya publik yang menganggap lagu sebagai sesuatu yang menakutkan.
"Jadi, saya menjadi apa, ya, menjadi kekhawatiran saya ketika orang menganggap lagu itu sebagai sesuatu yang menakutkan, sebagai barang yang enggak berani disentuh, sampai menyanyikan di rumah saja enggak berani," ujar Ramli dalam persidangan itu.
Ramli kemudian menyinggung bahwa dalam acara ulang tahun, lagu yang dibawakan tidak dikenakan pembayaran royalti.
Menurutnya, pihak yang menyanyikan lagu di pesta ulang tahun layaknya seperti agen iklan tanpa perlu disuruh.
"Jadi, ada orang ulang tahun, Pak, ulang tahun, panggil organ tunggal, nyanyi, takut dia, 'wah, nanti habis nyanyi-nyanyi di rumah ini,' katanya, 'kita didatangin'," tutur Ramli.
"Enggak ada cerita itu, karena undang-undang ini mengatakan sepanjang tidak komersial, enggak ada itu, ya. Justru orang yang menyanyikan di rumah, ya, ada ulang tahun, ada organ, dia adalah agen iklan yang enggak disuruh mempopulerkan lagu yang kita punya," imbuh dia.
Untuk itu, kata dia, ketentuan pembayaran royalti dalam UU Hak Cipta itu tak semestinya menjadi alat menakut-nakuti orang.
"Kok yang begitu harus kita utak-atik, kita takut-takuti. Jadi, undang-undang ini justru mendorong, 'ayo, nyanyikan lagu sebanyak-banyaknya'," ucap Ramli.
"Tapi, kalau lagu itu kemudian digunakan untuk mendatangkan orang secara komersial, baik konser, baik apa pun, maka tolong bayar ke LMK. Itu saja. Bayarnya ke siapa? Ke LMK. Karena kalau satu-satu, aduh nyari LHP-nya juga setengah mati," terangnya.
Adapun gugatan uji materi UU Hak Cipta tersebut dilayangkan oleh para musisi termasuk di antaranya yakni Bernadya, Nadin Amizah, Raisa Andriana, Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, hingga Nazril Irham atau akrab disapa Ariel.
Dalam permohonannya, mereka mengajukan pengujian materi Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para penyanyi dan pencipta musik ini menyadari adanya isu hukum yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan hak konstitusionalnya dalam norma yang diuji tersebut.
Pasal 9 ayat (3) berbunyi, "Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan."
Kemudian, Pasal 23 ayat (5) berbunyi, “Setiap Orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif."