REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum membuka peluang perekrutan baru serta kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai sipil negara (PNS) pada 2026.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kapasitas fiskal pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mayoritas diarahkan untuk program-program prioritas nasional, sehingga pemerintah belum melakukan kajian terkait kebijakan untuk PNS.
"Kami belum melakukan exercise, terutama untuk rekrutmen dan gaji," ujar Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Sabtu.
Dia mengaku akan tetap berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) soal formasi PNS. Namun, kapasitas fiskal tetap menjadi hal utama yang dipertimbangkan.
"Seperti diketahui bahwa tahun ini juga sudah ada penerimaan. Jadi, nanti tergantung kebutuhan dari kementerian/lembaga, dan terutama juga dari daerah. Namun, juga pada saat yang sama, ada kapasitas fiskal yang juga harus dipertimbangkan," tuturnya.
Postur RAPBN 2026 didesain dengan defisit Rp636,8 triliun atau 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Belanja negara ditargetkan sebesar Rp3.786,5 triliun atau tumbuh 7,3 persen dari outlook 2025.
Rinciannya, belanja pemerintah pusat (BPP) ditetapkan sebesar Rp3.136,5 triliun atau tumbuh 17,8 persen, yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp1.498,3 triliun atau tumbuh 17,5 persen dan belanja non-K/L Rp1.638,2 triliun atau tumbuh 18 persen.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan itu disebabkan oleh belanja 8 program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yaitu ketahanan pangan; ketahanan energi; makan bergizi gratis (MBG); pendidikan; kesehatan; pembangunan desa, koperasi, dan UMKM; pertahanan semesta; serta percepatan investasi dan perdagangan global.
"MBG saja naik Rp330 triliun sendiri. Jadi memang kenaikan belanja untuk beberapa prioritas pemerintah cukup besar," ujarnya.
Berbeda dengan BPP yang tumbuh, anggaran transfer ke daerah (TKD) turun sebesar 24,8 persen menjadi Rp650 triliun. Dalam paparannya, dijelaskan bahwa TKD mengalami perubahan yang dinamis menyelaraskan kebijakan fiskal nasional dan mendorong kemandirian fiskal daerah.
Di sisi pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp3.147,7 triliun atau tumbuh 9,8 persen dari outlook APBN 2025. Pertumbuhan itu didorong oleh penerimaan pajak yang dibidik tumbuh 13,5 persen sebesar Rp2.357,7 triliun.
Lalu penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan tumbuh 7,7 persen sebesar Rp33,43 triliun. Dengan demikian, penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp2.692 triliun atau tumbuh 12,8 persen.
Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp455 triliun atau terkoreksi 4,7 persen dari outlook 2025 akibat hilangnya penerimaan dari dividen BUMN yang dialihkan ke BPI Danantara.