Jakarta (ANTARA) - Setiap warga negara Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama dalam upaya membela negara.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan zaman, makna bela negara sendiri telah mengalami pergeseran.
Jika masa lalu lebih identik dengan kekuatan militer dan perjuangan mengangkat senjata, maka kini bela negara dapat diwujudkan melalui berbagai bidang kehidupan yang sesuai dengan kemampuan dan peran masing-masing individu.
Pada era modern saat ini, generasi muda dapat mengimplementasikan semangat bela negara dengan meraih prestasi di bidang akademik maupun non akademik, meningkatkan kualitas diri, berperan aktif dalam melestarikan dan mempromosikan budaya bangsa, serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan positif lainnya.
Salah satu contoh nyata implementasi tersebut ditunjukkan oleh Salwa Nailaturrahmah, mahasiswa semester 3 Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran, yang pada Juni lalu dianugerahi sebagai Juara Duta Bahasa Jawa Barat 2025.
Duta Bahasa Jawa Barat merupakan ajang yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat dan bekerja sama dengan Ikatan Duta Bahasa Jawa Barat.
Baca juga: Universitas Udayana Bali perkuat pendidikan bela negara mahasiswa
Ajang tahunan ini bertujuan untuk mencari pemuda dan pemudi yang mampu mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sekaligus turut berperan dalam upaya mempromosikan serta melestarikan bahasa daerah di tengah tantangan globalisasi.
Keingintahuan dan rasa penasaran untuk mengenal lebih dalam Sastra Indonesia, jurusan tempatnya belajar, membuat Salwa tertarik mengikuti kompetisi Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2025.
“Aku harus mengenal lebih dalam tentang jurusanku dan aku harus tau juga apa yang aku pelajari. Salah satu caranya dengan mendaftar duta bahasa ini.” Tuturnya.
Salwa diharuskan melewati tiga tahap seleksi, salah satunya menulis esai dalam waktu 90 menit dengan menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
Tidak hanya itu, Salwa juga harus mempresentasikan krida yang berjudul “Cakap Berbahasa Peduli Berisyarat” dengan menggunakan tiga bahasa pula pada tahap terakhir atau final tertutup ajang ini.
Setelah melewati berbagai tahap yang panjang, perempuan asal Pekalongan tersebut akhirnya berhasil meraih gelar Duta Bahasa Jawa Barat 2025, bersama rekannya, Rispa Maulana Sya’ban.
Baca juga: Depok mulai jalani program pembinaan karakter dan bela negara
Dirinya mengakui bahwa pencapaian ini menuntut banyak pengorbanan.
“Pengorbanan tentu ada ya, dari mulai waktu, tenaga, dan kesehatan tentu ada banget.” Ungkapnya.
Pada seleksi tahap kedua, ia sempat jatuh sakit hingga harus pulang ke rumah. Namun, walaupun dalam kondisi tidak sehat, Salwa tetap melaksanakan tanggung jawabnya dengan mengikuti seleksi yang untungnya dilakukan secara daring.
Selain itu, Salwa harus mengambil keputusan yang sulit dengan merelakan kesempatan mengikuti seleksi beasiswa unggulan yang sudah ia targetkan sejak tahun lalu, demi mempersiapkan diri menuju ajang nasional.
Bagi Salwa Nailaturrahmah, perannya sebagai Duta Bahasa Jawa Barat merupakan salah satu bentuk nyata dari bela negara.
Ia meyakini bahwa generasi muda saat ini dapat menunjukkan semangat bela negara melalui prestasi dan peran aktif dalam bidang masing-masing.
“Berjuang itu tidak harus dengan berperang. Kita bisa berperang dengan apa yang bisa kita lakukan.” Ucap Salwa mengutip pernyataan dosennya.
Menjadi Duta Bahasa Jawa Barat, Salwa dan rekannya memiliki tugas utama menjadi mitra pemerintah dalam menyebarluaskan semangat literasi dan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Mereka memiliki pedoman yang disebut dengan Trigatra Bangun Bahasa, yakni: (1) Utamakan Bahasa Indonesia, (2) Lestarikan Bahasa Daerah, dan (3) Kuasai Bahasa Asing.
Mereka berupaya menunjukkan pentingnya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu di negeri sendiri, sebagai identitas, alat pemersatu, sekaligus simbol kedaulatan bangsa. Dengan terus mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk bangga menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, Salwa percaya bahwa ia turut mengambil bagian dalam perjuangan membela negara.
Baca juga: Otorita IKN bentuk karakter CPNS lewat Bela Negara di Kodam Mulawarman
Perjuangan bela negara dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, tak terbatas pada satu bidang saja. Fauzi Arifin, mahasiswa semester 5 Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran, menunjukkan semangat yang sama melalui bidang seni dan olahraga.
Pada Desember 2024 lalu, Fauzi bersama dengan Tim Marching Band Gita Pakuan, meraih Juara 1 Kategori Color Guard Bandung Marching Band Championship.
Bandung Marching Band Championship (BMBC) merupakan ajang kompetisi marching band tingkat nasional yang bergengsi dan sudah terkenal di Indonesia sejak dulu.
Oleh karena itu, banyak tim marching band dari seluruh Indonesia yang berlomba-lomba untuk berpartisipasi dalam kompetisi ini. Kontes Color Guard merupakan kategori yang terkenal di kompetisi BMBC.
“BMBC ini memang terkenal untuk Color Guard Contest-nya. Jadi, color guard-color guard dari marching band di Indonesia itu pada berlomba-lomba di BMBC untuk menampilkan hasil latihan dan kualitas tim color guardnya itu” Jelas Fauzi.
Mengikuti kompetisi ini sudah menjadi mimpi Fauzi sejak awal ia bergabung dalam Sadaluhung Padjadjaran Drum Corps, salah satu unit kegiatan mahasiswa di UNPAD, pada 2018 lalu.
Fauzi yang saat itu bukan merupakan anggota tetap di Marching Band Gita Pakuan, diajak oleh pelatih tim tersebut untuk bergabung dengan mereka di kompetisi ini. Sebab, pada saat itu Gita Pakuan masih kekurangan personil.
Marching Band Gita Pakuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri adalah unit marching band yang berpusat di Bandung dan didirikan pada 17 Agustus 1995 atas prakarsa Gubernur Jawa Barat pada saat itu, Nana Nuriana.
Baca juga: UNIB bekali mahasiswa baru wawasan bela negara dan antiradikalisme
Tim Marching Band Gita Pakuan membawakan pertunjukan berjudul “Behind the Spotlight” yang terinspirasi dari film La La Land (2016).
Menceritakan mengenai dua orang aktor teater musikal yang saling jatuh cinta di belakang layar, penampilan ini membawa penonton untuk menyaksikan dua aktor tersebut mempelajari perasaan mereka sendiri.
“Jadi menceritakan karakter utamanya, cewe dan cowo, di balik layar malah cinlok. Terus saling memvalidasi dulu perasaannya kaya “boleh ga ya” “cinlok gini boleh ga ya” ujarnya.
Perjalanan Fauzi menuju prestasi ini bukan tanpa tantangan.
Fauzi mengungkapkan bahwa ia harus menempuh perjalanan sekitar 15 kilometer dari Jatinangor-Bandung sebanyak empat kali dalam seminggu untuk menjalani latihan persiapan menghadapi kompetisi ini.
“Sekali latihan tuh kalau hari reguler dari jam 4 sore sampai 9 malam dan kalau weekend bisa seharian” tuturnya.
Fauzi menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam marching band membuatnya dituntut untuk melawan berbagai hal negatif dalam dirinya seperti rasa malas, sikap pesimis, dan keinginan untuk menyerah.
Proses ini, menurutnya, adalah bagian dari upaya pembelaan terhadap negara, karena ia terus mendorong dirinya untuk berkembang dan menjadi pribadi yang lebih baik.
“Dengan berprestasi juga sudah termasuk gerakan bela negara, karena sebagai warga negara Indonesia, kita harus berperan aktif. Salah satunya dengan mendorong diri sendiri untuk terus semangat berproses demi menjadi versi terbaik dari diri kita,” jelasnya.
Baca juga: Direktur Bela Negara: Bela negara adalah tugas seluruh komponen bangsa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.