KPK mendapatkan temuan baru dalam proses penyidikan dugaan korupsi kuota haji 2024. Temuan ini terkait adanya ketidaksesuaian fasilitas yang didapat oleh para jemaah haji.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan ketidaksesuaian itu didapat seorang jemaah yang telah membayar biaya haji furoda, tetapi malah mendapat fasilitas haji khusus.
"Ini informasi yang masuk juga ke kami, bahwa ada yang daftarnya itu furoda, ini lebih mahal lagi furoda, tapi barengnya sama haji khusus," kata Asep dalam jumpa pers, Kamis (14/8).
"Mungkin ini yang haji khusus, barengnya sama yang reguler," lanjut Asep.
Asep menduga, ketidaksesuaian fasilitas itu disebabkan adanya perubahan pembagian kuota haji tambahan antara kelas haji khusus dan reguler.
Di mana, pada 2024, Indonesia mendapat 20 ribu kuota haji tambahan yang semestinya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun pada praktiknya, kuota tambahan itu malah dibagi rata.
"Tetapi kemudian dibagi menjadi 50 persen-50 persen. Ini pasti juga terkait dengan ketersediaan fasilitas dan lain-lain gitu ya. Fasilitas dan lain-lain yang ada di sana," ucap Asep.
Di sisi lain, Asep juga mengaku membutuhkan keterangan dari para jemaah haji 2024 yang mengalami adanya ketidaksesuaian fasilitas tersebut.
"Kami juga membutuhkan keterangan dari para saksi kalau berkenan gitu ya. Semoga saja beliau-beliau ini, para jemaah haji yang pada saat itu misalkan daftarnya haji khusus, kemudian pelayanan yang jadinya haji reguler, ataupun yang furoda yang tidak sesuai kemudian haji khusus atau haji reguler, bisa memberikan keterangan kepada kami. Untuk lebih mempercepat kami dalam menangani perkara ini," ungkapnya.
Saat ini, KPK memang tengah melakukan penyidikan terkait perkara kuota haji 2024. Perkara ini berawal saat Presiden Jokowi pada 2023 silam bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan mendapat 20 ribu kuota tambahan haji.
Diduga ada pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan. Seharusnya pembagian kuota itu seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, yang terjadi, kuota dibagi 50%-50%.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang disebabkan kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Kerugian itu timbul akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus. Hal itu menyebabkan dana haji yang seharusnya bisa didapat negara dari jemaah haji reguler, malah mengalir ke pihak travel swasta.
KPK juga telah mencegah 3 orang bepergian ke luar negeri. Mereka adalah eks Menag Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut; mantan stafsus Menag, Ishfah Abidal Aziz; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Yaqut melalui juru bicaranya, Anna Hasbie, menyatakan menghormati dan akan mengikuti proses hukum.