Calon jamaah haji menunggu keberangkatan di ruang tunggu Terminal Khusus Haji dan Umrah 2F Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Ahad (4/5/2025).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Haji menilai ketentuan besaran kuota haji khusus yang paling tepat diterapkan adalah minimal delapan persen, bukan maksimal delapan persen sebagaimana tertuang dalam draf RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang tengah dibahas.
"Sebetulnya, frasa yang paling tepat itu adalah minimal delapan persen untuk Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK)," kata Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj saat menjadi narasumber dalam Forum Legislasi bertajuk Revisi UU Haji demi Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pengelolaan Ibadah Haji di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Diketahui dalam draf RUU Haji atau revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (UU Haji) yang diunggah di laman DPR RI, disebutkan dalam Pasal 8 ayat (4) bahwa kuota haji khusus adalah paling tinggi delapan persen.
Menurut Mustolih, perubahan ketentuan menjadi minimal diperlukan agar kuota haji, terutama kuota haji tambahan, benar-benar dapat terserap secara maksimal. Ia menegaskan pemberian kuota haji tambahan oleh Pemerintah Arab Saudi tidak terjadwal.
"Kita tahu yang namanya kuota tambahan itu tidak terjadwal, tiba-tiba diberikan, dan dalam waktu yang sangat singkat harus diisi. Sehingga sulit pemerintah mengisi mendadak. Contohnya tahun 2019 dan tahun 2022, kita mendapatkan kuota tambahan, tetapi karena waktunya sangat mepet, akhirnya tidak dioptimalkan," ujarnya.
sumber : Antara