
Koalisi Barisan Guru Indonesia (Kobar Guru Indonesia) mengkritisi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang kebijakan anggaran pendidikan. Ketua Dewan Kehormatan Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PBPGSI), Soeparman Mardjoeki Nahali, menilai bahwa pernyataan Menkeu yang mengaitkan tuntutan tunjangan kinerja para dosen dengan prestasinya tidak tepat.
“Karena tuntutan para dosen sebagaimana juga terjadi di kalangan guru dilakukan setelah mereka melakukan pekerjaan profesinya. Jadi tuntutan tersebut bukan menyangkut asas sama rata atau sama rasa dan bukan menuntut hak privilise, melainkan tagihan atas hak-hak yang diamanatkan Undang-Undang yang selama ini tidak diberikan oleh negara sebagaimana mestinya,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Kamis (14/8).
Menurutnya, Menkeu seharusnya membaca Undang-Undang Guru dan Dosen sebelum membuat pernyataan nirempati yang menimbulkan keresahan para pendidik. Dia menilai Menkeu terkesan tidak memahami Undang-Undang dan menyepelekan aspirasi para dosen ketika menuntut hak-hak profesinya.
Ketua Dewan Penasehat Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI), Gino Vanoliie, menambahkan bahwa pertanyaan Menkeu terkait pembiayaan gaji guru dan dosen seperti sedang cek ombak untuk menjajaki kemungkinan pemerintah memberlakukan kembali kewajiban pembiayaan pendidikan kepada masyarakat.
“Padahal partisipasi masyarakat sebenarnya sudah dilakukan selama ini dalam bentuk pembayaran berbagai macam pajak,” jelas Gino.
Gino mengajak masyarakat untuk mewaspadai pernyataan-Menkeu ini. Mengingat saat ini pemerintah dan DPR RI sedang menyiapkan Rancangan UU Sistem Pendidikan Nasional.
“Bisa jadi pembiayaan pendidikan yang memberatkan masyarakat akan kembali dihidupkan melalui UU Sisdiknas yang baru,” kata dia.
Oleh karena itu, Panja RUU Sisdiknas dikatakan harus membuka partisipasi masyarakat seluas-luasnya agar bangsa ini terhindar dari liberalisasi dan privatisasi pendidikan.
“Saat ini saja komersialisasi pendidikan sudah terjadi di sekitar kita. Penerimaan siswa/mahasiswa baru mulai bergeser visinya dari peningkatan mutu pendidikan menjadi peningkatan kuantitas agar memperoleh dana yang cukup untuk operasional pendidikan,” tuturnya.
Di lain pihak, Ketua Persatuan Guru Sekolah dan Madrasah Swasta Indonesia, Muhzen Adv, menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan. Sebab belum lama ini sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan pendidikan dasar gratis baik untuk satuan pendidikan negeri maupun swasta.
“Dengan penegasan MK tersebut semestinya Menkeu lebih disadarkan untuk melaksanakan kewajibannya memenuhi anggaran pendidikan yang mampu membiayai seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan termasuk gurunya. Tidak membuat pendapat yang sebaliknya. Ini semakin membuktikan lemahnya komitmen pemerintah untuk memajukan pendidikan swasta, terutama madrasah,” ucap Muhzen.
Pernyataan Menkeu menyebabkan satuan pendidikan swasta menjadi resah dan khawatir akan keberlangsungan pendidikan dasar gratis yang sudah diputuskan oleh MK. Padahal pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Koalisi Barisan Guru Indonesia merekomendasikan kepada Presiden untuk mengevaluasi kinerja Menteri Keuangan agar tidak membuat pernyataan yang membingungkan dan meresahkan komunitas pendidikan. Mereka bahkan mendesak Sri Mulyani diganti oleh pejabat yang lebih mampu mewujudkan anggaran pendidikan sesuai mandat konstitusi. (E-3)