Kesenjangan proteksi finansial di Asia Pasifik tercatat mencapai USD 886 miliar atau sekitar Rp 14.405 triliun (kurs Rp 16.259 per dolar AS), meningkat 38 persen dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data Global Asia Insurance Partnership 2024, hal ini menunjukkan masih banyak keluarga dan individu yang tidak memiliki asuransi atau jaring pengaman finansial.
Sementara itu, indeks literasi sektor perasuransian di Indonesia baru mencapai 45,45 persen pada tahun 2025, sedangkan penetrasi asuransi di Indonesia baru sebesar 2,72 persen.
Perusahaan asuransi jiwa, PT Sun Life Financial Indonesia (Sun Life Indonesia), menilai kesenjangan proteksi tersebut karena adanya sejumlah tantangan yang dihadapi masyarakat, mulai dari biaya hidup yang meningkat hingga ketidakpastian global.
“Kami memahami bahwa generasi produktif saat ini menghadapi berbagai tantangan finansial, mulai dari biaya hidup (inflasi) yang terus meningkat, ketidakpastian masa depan, hingga kebutuhan akan warisan yang terencana," ujar Presiden Direktur Sun Life Indonesia, Albertus Wiroyo, dalam keterangannya, Selasa (26/8).
Dalam riset Sun Life Asia Financial Resilience Index 202,5 menunjukkan hanya separuh masyarakat Indonesia merasa siap menghadapi kondisi darurat finansial. Albertus menjelaskan, diperlukan perlindungan untuk masyarakat untuk memenuhi kebutuhan finansial di masa mendatang.
“Kami percaya akses terhadap perlindungan berkualitas tidak boleh terbatas pada segmen tertentu. Dengan premi yang terjangkau dan fitur-fitur unggulan, kami ingin menjadikan perencanaan warisan sebagai sesuatu yang dapat dilakukan lebih banyak keluarga di Indonesia, tanpa harus menunda,” jelasnya.
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok usia 18-35 tahun mencatat literasi dan inklusi keuangan tertinggi, 74,05 persen skor literasi di kelompok 18-25 tahun dan 89,96 persen di umur 26-35 tahun.