
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mendesak KPK agar segera menangkap Harun Masiku yang sudah lebih dari 5 tahun buron. Hasto menyebut, penangkapan itu agar dapat membuat perkara yang menjeratnya menjadi terang.
Hal itu disampaikan Hasto saat membacakan nota pembelaan atau pleidoinya dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7).
"Demi keadilan dan fairness, terdakwa di persidangan ini meminta KPK segera menangkap Harun Masiku agar menjadi terang pokok perkara suap tersebut," kata Hasto dalam persidangan.
Permintaan itu disampaikan Hasto lantaran munculnya keterangan baru dari eks kader PDIP, Saeful Bahri. Keterangan Saeful itu menjadi tidak bisa dikonfrontir dengan Harun Masiku yang buron.
"Dalam persidangan ini, Saeful Bahri memberikan keterangan baru yang berbeda dengan fakta persidangan tahun 2020," ucap Hasto.

Dalam kesempatan itu, Hasto pun membeberkan sejumlah keterangan baru dari Saeful Bahri. Pertama, kata Hasto, sebelum tanggal 16 Desember 2019 saat Saeful Bahri sedang mengejar-ngejar dana ke Harun Masiku. Saeful menyebut bahwa Harun Masiku menyampaikan bahwa Hasto akan memberikan dana talangan.
"Keterangan ini tidak dapat dibuktikan kebenaranya," bantah Hasto.
Kedua, Saeful Bahri menyampaikan bahwa keterangan dana talangan dari Hasto berdasarkan tangkap layar percakapan WhatsApp antara Saeful dengan Harun Masiku pada tanggal 16 Desember 2019.
"Hal yang menarik dari fatwa keterangan baru Saudara Saeful Bahri tersebut, kenapa untuk informasi yang begitu penting baru muncul pada persidangan ini, dan tidak muncul pada persidangan tahun 2020?" tutur Hasto.
"Bukti percakapan WhatsApp tersebut seharusnya ada pada persidangan tahun 2020," imbuhnya.

Lebih lanjut, Hasto kemudian menerangkan bahwa pada 4 Juni 2024 lalu, KPK juga menggeledah rumah mantan istri Saeful Bahri, Dona Berisa. Dalam penggeledahan itu, KPK menyita dua pucuk senjata beserta air soft gun.
"Temuan ini kemudian dijadikan alat tekan kepada Saeful Bahri sehingga mengapa akhirnya membenarkan adanya dua keterangan baru tersebut, meskipun keterangan tersebut tidak bisa dikonfrontir dengan Harun Masiku yang saat ini masih DPO," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Hasto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan 6 bulan.
JPU KPK meyakini Hasto terbukti melakukan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Hal ini terkait mengupayakan Harun agar menjadi anggota DPR RI lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Suap itu diberikan kepada eks komisioner KPU RI Wahyu Setiawan.
Kasus Hasto

Dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nurhasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.