Mengapa Bahasa Belanda tidak Umum Digunakan di Indonesia?

1 hour ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Batas-batas Pembaratan, pihak Belanda tatkala menjajah Indonesia cenderung enggan memaksakan bahasanya kepada masyarakat lokal. Sebab, Belanda menganggap kebudayaan Eropa sebagai superior sehingga membiarkan orang Indonesia tetap dalam “keterbelakangan.”

Logika kolonial demikian membuat pemerintah kolonial Belanda membayangkan, akan berbahaya bila masyarakat Nusantara mengenali “rahasia” kekuatan bangsa Eropa, yakni dengan mahir berbahasa Belanda.

Dengan demikian, para pejabat Belanda sendiri terpaksa mahir berbahasa Melayu, minimal secara lisan, agar bisa berkomunikasi dengan masyarakat negeri jajahannya.

Dari sinilah kodifikasi modern bahasa Melayu bermula, yang kemudian menjadi bahasa Indonesia.

Terkait itu, Prof Faruk dalam sebuah bukunya menilai, bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai bahasa penjajah. Sebab, lanjut akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, bahasa tersebut telah melalui standardisasi yang dibuat oleh kekuasaan kolonial.

Aksara Jawi kian terpinggirkan

Kodifikasi bahasa Indonesia oleh pemerintah kolonial ternyata meminggirkan peran Islam dan bahasa Arab di Indonesia. Itu pun berimbas pada ulama-ulama Nusantara, yang sejak abad ke-13 M telah giat membangun komunikasi peradaban di Nusantara.

Belanda membuat sebuah ideologi kebahasaan dengan kedok standarisasi bahasa Melayu. Prof Faruk menjelaskan, para orientalis dan pemerintah kolonial membuat dualisme hierarkis, yakni menempatkan bahasa Melayu hasil kodifikasinya sebagai “Melayu Tinggi”, sedangkan bahasa Melayu yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai lingua franca dicap “Melayu Gado-gado”, “Melayu kacau”, "Melayu pasar", dan istilah-istilah lainnya yang bernada merendahkan.

Kodifikasi yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda tentu saja menggunakan aksara yang sama dengan yang dipakai untuk bahasa Belanda, yakni Latin, bukan aksara Arab. Ini berbeda dengan bahasa Melayu tertulis yang dipakai umumnya ulama Nusantara kala itu, yakni aksara Arab (disebut pula aksara Jawi atau Pegon).

Kevin W Fogg dalam artikelnya, “The Standardisation of the Indonesian Language and Its Consequences for Islamic Communities” (2015) menjelaskan, kodifikasi atau standarisasi bahasa Melayu Tinggi itu mengalienasi penggunaan aksara Arab berbahasa Melayu atau Jawi. Padahal, Jawi merupakan simbol etnisitas bangsa Melayu.

Read Entire Article