Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menyebut Revisi Undang-Undang Hukum Cara Pidana (RKUHAP) tidak selesai di masa sidang ini. Katanya, salah satu faktornya adalah gelombang penolakan publik atas RKUHAP.
“Kalau tahun ini juga belum tentu, bisa 12 tahun lagi nih. Bos kalau makin banyak yang menolak, makin lama,” ucap Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
“Yang menolak akan kami undang semua, pokoknya siapa pun organisasi yang menolak akan kita undang,” tambahnya.
DPR baru membuka masa sidang pada 19 Agustus 2025. Sidang kali ini berakhir pada 2 Oktober 2025. Kemudian dilanjutkan reses pada 3 Oktober.
Habiburokhman menyebut belum mau mengesahkan RKUHAP selama masih ada penolakan publik.
“Kalau ditolak terus, kita sahkan kan kita dianggap nggak demokratis bener nggak? Bener dong? Kalau nggak kita sahkan gimana?” ucap Habiburokhman.
Ia menilai, RKUHAP menjadi penting karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang direvisi tahun 2023 lalu akan segera berlaku pada awal 2026. Ia pun mempertanyakan nasib hukum Indonesia bila KUHAP belum diperbaharui saat KUHP berlaku.
“Kalau kita sampai enggak punya KUHAP, pertanyaannya akan seperti apa hukum kita?” ucap Habiburokhman.
“Itu juga masih gaib buat saya, saya juga bingung itu,” tambahnya.
Habiburokhman menilai, KUHAP yang kini berlaku merupakan sebuah undang-undang yang zalim.
“Tapi kan sekarang Lokataru menolak, YLBHI menolak, banyak teman-teman menolak, kalau mereka terus menolak dan semakin banyak yang menolak dan mempengaruhi pimpinan partai bahwa KUHAP lama ini harus terus dipertahankan, karena KUHAP barunya nggak bisa disahkan per 1 Januari 2026 apa yang akan terjadi?” ucap Habiburokhman.
“Pertanyaan kan? Nah itu pertanyaan saya juga,” tandasnya.
RKUHAP sudah mulai dibahas Komisi III DPR RI. Pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah sudah selesai. Namun, hasilnya masih memunculkan penolakan dari publik.
Bahkan, hasil pembahasan DIM itu turut diprotes oleh KPK. Ada 17 poin di dalam RKUHAP yang menurut KPK bertolak belakang dengan kewenangan mereka di Undang-Undang KPK. KPK pun telah memberikan hasil kajian mereka ke Komisi III DPR RI.