
PT Freeport Indonesia (PTFI) berhasil memproduksi 11 ton emas batangan melalui fasilitas Precious Metal Refinery (PMR) yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. Hal ini disampaikan Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, dalam paparannya di Rapat Kerja Komisi XII DPR RI, Rabu (16/7).
"Hingga 14 Juli 2025, total produksi gold bar sebesar 11 ton dan produksi silver bar sebesar 6 ton," kata Tony.
Fasilitas PMR PTFI di JIIPE telah memulai produksi emas batangan sejak 30 Desember 2024, sementara produksi perak batangan dimulai pada 5 Juni 2025. Fasilitas ini merupakan bagian dari cakupan proyek strategis PTFI yang mencakup pembangunan smelter tembaga baru berkapasitas 1,7 juta dmt/tahun, ekspansi PT Smelting Gresik sebesar 0,3 juta dmt/tahun, serta pengoperasian PMR dengan kapasitas 6.000 ton/tahun.
Secara keseluruhan, akumulasi biaya proyek hingga Mei 2025 tercatat mencapai sekitar USD 4,2 miliar.

Proyek PMR menggunakan teknologi hydrometallurgy, dan selain menghasilkan katoda tembaga, emas, serta perak murni batangan, juga memproduksi PGM (Platinum Group Metals) dan produk samping seperti asam sulfat, terak, gipsum, dan timbal.
Dalam perjalanannya, proyek sempat mengalami hambatan akibat kebakaran pada Common Gas Cleaning Plant (CGCP) di area pabrik asam sulfat pada 14 Oktober 2024. Namun, proses perbaikan, pengujian (testing), dan commissioning berhasil diselesaikan satu bulan lebih cepat dari target, memungkinkan start up produksi smelter dilakukan pada 20 Mei 2025.
Seiring dengan capaian produksi, PTFI juga menegaskan komitmennya terhadap pengelolaan lingkungan melalui rencana reklamasi jangka menengah yang telah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Rencana reklamasi tahun 2022 hingga 2026 meliputi pemulihan area tambang Grasberg dan kawasan pesisir, termasuk reklamasi mangrove.
Sepanjang 2022 hingga 2024, kegiatan reklamasi telah mencapai target yang direncanakan dan dievaluasi oleh ESDM. Untuk menjamin pelaksanaannya, PTFI telah menempatkan dana reklamasi dalam bentuk bank garansi, masing-masing sebesar USD 3.375.090 pada tahun 2022, USD 6.546.694 pada tahun 2023, USD 12.126.558 pada tahun 2024, dan USD 7.241.994 pada tahun 2025.
Lebih lanjut, PTFI juga memaparkan rencana pascatambang jangka panjang yang mencakup kegiatan dari tahun 2042 hingga 2060. Rencana tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah melalui surat resmi pada 2 Juli 2019.
Dalam paparan tersebut, PTFI menyampaikan bahwa perusahaan akan berdiskusi dengan pemerintah terkait peruntukan fasilitas yang ada untuk kepentingan masyarakat atau pembongkaran fasilitas yang tidak lagi digunakan.
Selain itu, perusahaan juga akan mengelola limbah, khususnya bahan berbahaya dan beracun yang ditemukan dalam proses pembongkaran, menutup akses menuju tambang bawah tanah dan tambang terbuka, serta melakukan pemantauan kualitas lingkungan secara berkala hingga standar yang ditetapkan tercapai.
Untuk memastikan tidak ada dampak lingkungan jangka panjang seperti keluarnya air asam tambang, PTFI juga akan menyiapkan lahan pascatambang agar suksesi alami dapat berjalan. Total dana yang disiapkan untuk pelaksanaan program pascatambang tersebut mencapai USD 353.759.351.
“Sampai dengan tahun 2025, PTFI telah menempatkan dana jaminan pascatambang sebesar USD 90.297.074, sementara sisanya sebesar USD 263.462.277 akan ditempatkan secara bertahap hingga tahun 2039,” tuturnya.