Deklarasi New York tentang Palestina: Apa yang Baru?

4 days ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajri M. Muhammadin (Dosen Departmen Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada; Divisi Riset dan Pengembangan, INSANIA: Asosiasi Pengkaji Islam dan Hukum Humaniter Internasional)

Di tengah makin memuncaknya genosida sejak 7 Oktober 2023 lalu, telah banyak datang kecaman bertubi-tubi terhadap israel. Mulai dari akar rumput, negara-negara, hingga berbagai organ Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Mahkamah Internasional dan Majelis Umum. Tentu saja, genosida israel terhadap rakyat Palestina praktis tidak terhambat berkat dukungan berbagai negara yang mengalirkan dana, logistik, dan persenjataan pada negara zionis tersebut.

Baru saja seperti ada sehembus angin dari rencana beberapa negara untuk mengakui negara Palestina, antara lain: Inggris, Kanada, dan Australia. Belum selesai kita memperdebatkan apakah rencana pengakuan itu akan benar terjadi dan apakah akan berdampak konkrit menyelesaikan konflik dibandingkan syarat-syarat yang akan diminta pada Palestina. Ternyata, sebuah ‘bom’ lain jatuh dari PBB.

Tanggal 30 Juli 2025, dalam konferensi PBB Bernama UN High-Level International Conference on the Two-State Solution yang diadakan di New York dan dihadiri oleh utusan dari hampir 130 negara, dikeluarkan dokumen baru yaitu UN Declaration on thePeaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution.” Singkatnya, kita sebut saja Deklarasi New York.

Dalam banyak hal, dokumen ini mengulangi banyak hal yang sama saja sejak bertahun atau bahkan berdekade lalu. Harapan untuk mengakhir konflik, ketaatan terhadap hukum internasional, mengecam israel, solusi dua negara, dan lainnya. Bukannya salah, justru yang heran adalah kenapa hal-hal seperti ini sudah disuarakan sejak zaman saya belum lahir sampai sudah jadi dosen begini kok masih belum selesai masalahnya.

Tentu juga, ada penekanan terhadap solusi dua negara. Solusi dua negara ini sebenarnya adalah legitimasi kezaliman, meskipun terlihat seperti alternatif pragmatis yang lebih baik daripada status-quo. Solusi dua negara ini bukan hal baru, dan sudah pernah saya kritik di tulisan saya yang lain.

Akan tetapi, ada tiga hal yang dapat dikatakan baru.

Kecaman Masal Terhadap Aksi Hamas pada 7 Oktober 2023

Pada Butir 4 Deklarasi New York, tertulis antara lain “We condemn the attacks committed by Hamas against civilians on the 7th of October” (Kami mengecam serangan Hamas terhadap rakyat sipil pada 7 Oktober).

Sebelumnya memang ada beberapa negara yang mengecam Hamas karena operasi 7 Oktober 2023. Tapi, ini pertama kali terjadi kecaman terhadap Hamas dalam skala PBB dan oleh banyak negara termasuk negara-negara Arab dan mayoritas Muslim (termasuk Indonesia).

Di satu sisi, mungkin kita bisa memberi sedikit prasangka baik jika lebih teliti memeriksa konstruksi kalimat tersebut. Bukan operasi militer 7 Oktober yang dikecam, melainkan sekadar dampaknya pada rakyat sipil saja. Dipahami dengan mafhum mukhalafah, berarti mayoritas operasi 7 Oktober tersebut (militer yang menjadi sasaran) tidak turut terkecam.

Di sisi lain, prasangka baiknya ya mungkin sedikit saja. Ada setidaknya dua masalah besar pada Butir 4 Deklarasi New York.

Pertama, dalam Butir 4 tersebut, kalimat yang saya kutipkan di atas dilanjutkan dengan “We also condemn the attacks by [i]srael against civilians in Gaza…” (Kami juga mengecam serangan oleh israel terhadap rakyat sipil di Gaza…). Sebenarnya kecaman terhadap israel tidaklah salah, bahkan sangat perlu meskipun sudah sangat berulang-ulang di berbagai dokumen PBB yang lain. Masalah ada pada draftingnya. Mengapa para drafter merasa lebih penting untuk mengecam Hamas terlebih dahulu sebelum “…kami juga mengecam…” israel?

Kedua, yang terpenting, seberapa besarkah skala serangan terhadap rakyat sipil oleh Hamas pada 7 Oktober sampai penting untuk disebutkan lebih dulu? Kita akui ada beberapa warga sipil yang turut menjadi sandera pada operasi militer Tawfan Al-Aqsa tersebut, dan Hukum Humaniter Internasional (cabang hukum internasional yang mengatur tentang jalannya konflik bersenjata) menjadikan hal tersebut sebagai kejahatan perang.

Akan tetapi, ada berapa yang seperti itu dibandingkan anggota aktif ‘tentara’ israel? Apakah sudah ada kajian oleh Lembaga independen dan imparsial mengenai berapa rakyat sipil yang benar menjadi korban akibat serangan Hamas, dan bukannya ditembak sendiri oleh israel sesuai Hannibal Directive? Apalah itu jika dibandingkan dengan genosida, penghancuran masif, dan ‘wabah’ kelaparan yang diakibatkan oleh zionis yang berdampak pada jutaan rakyat Gaza? Belum lagi, menimbang wajib militer bagi seluruh ‘rakyat’ israel dan kepemilikan senjata api oleh ‘sipil’ israel yang signifikan meningkat di tahun-tahun belakangan?

Hukum Humaniter Internasional memang memberikan batasan-batasan kekerasan yang dibenarkan dalam perang, demi melindungi rakyat sipil dan pihak-pihak lain yang tidak terlibat perang. Akan tetapi, batasan-batasan tersebut agak lentur karena mempertimbangkan kepentingan militer. Apalagi dalam kondisi yang sangat asimetrik, yaitu ketika terjadi ketimpangan yang sangat signifikan antara para pihak yang saling berperang (militer, ekonomi, sumberdaya lainnya).

Di perang asimetrik inilah Hukum Humaniter Internasional dan aktor-aktor “penghakim” seringkali kurang sensitif ketika menilai pihak-pihak yang memiliki banyak keterbatasan pilihan untuk melawan. Terutama dalam kasus Palestina ini, sangat sedikit pilihan cara Hamas untuk melawan penjajah Palestina secara signifikan. Seakan-akan Hukum Humaniter Internasional, setelah gagal mencegah pasukan israel melakukan kerusakan masif di Palestina, sekaligus melarang Palestina untuk melawan? Saya pernah mengulas masalah Hamas, Hukum Humaniter Internasional, dan perang asimetrik bersama Kirana Anjani di artikel saya yang lain.

Dengan demikian, sangat tidak proporsional untuk menyalahkan Hamas di forum publik dan besar seperti PBB apalagi sampai seakan mendahulukan kecaman ke Hamas daripada israel seperti ini.

Menuntut Hamas Untuk Melucuti Persenjataannya

Butir 11 Deklarasi New York berbunyi antara lain: “In context of ending the war, Hamas must end its rule in Gaza and hand over its weapons to the Palestinian Authority…” (Dalam konteks untuk menghentikan perang, Hamas harus mengakhiri kuasanya di Gaza dan menyerahkan senjatanya pada Otoritas Palestina).

Ini juga sebenarnya bukan hal yang sebaru itu, karena telah disinggung oleh beberapa negara sebelumnya (tentu terutama oleh israel). Tapi, ini pertama kalinya ia disebutkan di dokumen PBB yang didukung banyak negara sekaligus. Padahal ia sangat bermasalah.

Pertama, rasanya sangat keji, bahkan gila, bagi forum seperti PBB untuk menuntut pejuang kemerdekaan melucuti senjatanya ketika penjajahnya masih sangat ada, sangat bersenjata, dan sangat aktif menggunakannya. Penting dicatat bahwa, meskipun Butir 11 di atas ditempatkan di antara langkah-langkah pasca perang setelah Butir 8 yang berisi penghentian perang, frasa “In context of ending the war…” nampak menyiratkan bahwa pelucutan senjata Hamas ini dilakukan untuk mengakhiri (bukan setelah berakhirnya) perang.

Sedihnya, turut mendukung tuntutan ini, perwakilan Indonesia yang bangsanya pernah pada tanggal 9 November 1945 mengalami ultimatum untuk menyerahkan senjata oleh penjajah. Saat itu, pejuang kemerdekaan Indonesia memilih menolak menyerahkan senjata dan hanya menyerahkan pelurunya saja dan itupun lewat tembakan moncong senjata.

Adakah tuntutan bagi israel untuk melucuti senjatanya? Atau setidaknya mengurangi militernya? Tidak. Yang ada hanya tuntutan untuk berhenti menyerang, yang juga dituntutkan pada Hamas.

Kedua, lalu siapa yang diberikan otoritas untuk mengambil senjata tersebut? Menurut Butir 11 Deklarasi New York: Otoritas Palestina. Memang ada masanya ketika gerakan Fattah cukup kuat dalam memberikan perlawanannya, dan merekalah yang lebih menguasai wilayah Tepi Barat sekarang dan mendominasi Otoritas Palestina. Tapi, bagaimana prestasi mereka sekarang dalam mempertahankan Palestina secara fisik?Sepertinya mereka kesulitan mencegah invasi dari para pemukim zionis yang makin banyak merampok wilayah Tepi Barat. Bahkan, dilaporkan beberapa insiden para pejuang kemerdekaan yang justru disita senjatanya dan ditangkap atau dibunuh oleh Otoritas Palestina. Seriuskah, mau menyerahkan senjata pada mereka?

Ketiga, apakah tidak ganjil memaksa Hamas untuk berhenti memerintah Gaza seperti, ditambah juga bahwa Butir 13 menyebutkan juga bahwa sebuah komite administratif transnasional akan dibentuk untuk memerintah Gaza di bawah Otoritas Palestina. Padahal Butir 22 menuntut harus adanya pemilihan umum. Perlu diingat bahwa Hamas sudah pernah memenangkan pemilihan umum sebelumnya (tahun 2006) dan kini masih lebih populer dibandingkan Fattah dan Mahmoud Abbas yang sekarang menjabat presiden.

Rasanya sangat aneh untuk secara serta merta memaksa menghilangkan peran politik sebuah aktor yang sangat penting dan populer di israel. Apalagi kemudian Mahmoud Abbas belum lama menyatakan bahwa Hamas dan tokoh-tokohnya tidak akan dilibatkan di dalam pemilihan...

Read Entire Article