
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Danantara tengah membicarakan kerja sama investasi dengan US International Development Finance Corporation (DFC). Investasi akan dilakukan untuk ekosistem di bidang mineral kritis.
Sebelumnya, Indonesia disebut oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bakal menghapus pembatasan ekspor sejumlah komoditas industri ke AS termasuk untuk mineral kritis.
“Artinya Indonesia terbuka terhadap investasi, karena investasi dari manapun itu kita terbuka, termasuk dari Amerika Serikat,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat pada Kamis (24/7).
Langkah serupa menurut Airlangga juga sebenarnya tak hanya dilakukan dan terbuka bagi AS saja. Pihak lain seperti Uni Eropa (EU) juga menurut Airlangga juga memiliki minat terhadap akses tersebut.
“Dan itu juga kemarin yang diminta oleh EU, dimana EU juga mendapatkan akses melalui perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah Perancis, misalnya seperti Eramet, itu sama dengan seperti Amerika dengan Freeportnya,” ujarnya.
Terkait pembicaraan dengan AS mengenai penghapusan pembatasan ekspor termasuk mineral kritis, Airlangga menuturkan hal yang menjadi poin adalah mineral kritis sebagai bagian dari komoditas industri, bukan sebagai ekspor bijih (ore).
Sebelumnya, Indonesia telah memberlakukan larangan mengekspor ore nikel sejak Juli 2023 sesuai dengan amanat UU Minerba, sementara larangan ekspor konsentrat tembaga dimulai 1 Januari 2025.
“Dan ini sudah dilakukan oleh Amerika sejak tahun 1967. Oleh karena itu Pak Presiden Amerika menyebut Indonesia kuat di koper, karena itu dilakukan mulai sejak Freeport, di mana itu berubah menjadi katoda daripada tembaga, nah itulah yang diperdagangkan adalah proses daripada critical mineral,” ujar Airlangga.
Pelonggaran ekspor komoditas ini menjadi salah satu kesepakatan dalam negosiasi tarif impor yang dikenakan AS ke Indonesia. Indonesia yang awalnya dikenakan 32 persen, diturunkan jadi 19 persen.