
Jepang mengalami kesulitan memenuhi permintaan pasar global akan bahan pembuatan matcha. Gelombang panas di Kyoto menghantam produktivitas para petani tencha—daun teh yang dikeringkan dan digiling menjadi matcha. Padahal, permintaan bahan minuman hijau ini sedang meningkat.
Mengutip Reuters, suhu tinggi tengah membebani kerja para petani teh hijau matcha. Hal ini langsung mendorong harga bahan matcha melesat tajam di tengah melonjaknya permintaan global.
Wilayah Kyoto yang menyumbang sekitar seperempat produksi tencha Jepang, kini dilanda gelombang panas parah. Musim panas tahun ini tercatat sebagai yang terpanas sepanjang masa. Keadaan ini menyebabkan hasil panen sejak April hingga sekarang menurun.
Salah satu petani tencha, generasi keenam, Masahiro Yoshida mengaku hanya mampu memanen 1,5 ton tencha tahun ini. Hasil ini turun seperempat dari panen biasanya yang sebanyak dua ton.
"Musim panas tahun lalu begitu panas sehingga merusak semak-semak, jadi kami tidak bisa memetik banyak daun teh," katanya saat hendak berjaga di tokonya di Uji, selatan Kyoto.

Sementara itu, permintaan global terhadap matcha telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh pembeli generasi milenial dan Gen Z yang mencari pilihan yang lebih sehat, dengan kafe-kafe trendi di seluruh dunia yang menawarkan matcha latte, smoothie, hingga dessert matcha.
Minuman teh ini mengandung antioksidan dan memiliki kandungan kafein lebih tinggi dibandingkan jenis teh hijau lainnya.
Daya tarik media sosial yang memviralkan matcha mulai musim gugur lalu meningkatkan permintaan, mendorong beberapa pedagang grosir seperti Tealife yang berpusat di Singapura akhirnya sesekali memberlakukan pembatasan pembelian.
Yuki Ishii, pendiri Tealife, mengatakan permintaan matcha dari pelanggannya tumbuh sepuluh kali lipat dari tahun lalu dan masih meningkat, bahkan ketika Jepang mengalami kelangkaan bahan.
"Saya pada dasarnya selalu kehabisan stok," katanya.
Jepang memproduksi 5.336 ton tencha pada tahun 2024, menurut Asosiasi Produksi Teh Jepang, peningkatan hampir 2,7 kali lipat dari sepuluh tahun sebelumnya karena lebih banyak petani beralih ke tanaman tersebut.
Namun, asosiasi tersebut mengatakan pihaknya memperkirakan produksi matcha akan lebih rendah tahun ini.
"Menurut saya banyak yang berharap panen tahun ini akan lebih tinggi untuk mengurangi kekurangan, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi," kata Marc Falzon, yang membeli teh dari petani Uji untuk perusahaan penggilingannya yang berbasis di New Jersey, Ooika Co.
Harga Bahan Baku Matcha Meningkat 170 Persen
Ekspor teh hijau Jepang, termasuk matcha, naik 25 persen nilainya menjadi 36,4 miliar yen (sekitar Rp 4 triliun) pada tahun 2024. Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya permintaan teh bubuk seperti matcha, menurut data Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang.
Dari segi volume, ekspor teh hijau Jepang naik 16 persen. Harga Tencha telah naik ke rekor tertinggi. Misalnya pada lelang bulan Mei di Kyoto mencapai 8.235 yen per kg, peningkatan 170 persen dari tahun sebelumnya, dan jauh di atas rekor sebelumnya sebesar 4.862 yen yang ditetapkan pada tahun 2016, menurut Asosiasi Teh Jepang Global.
Produsen Jepang kini tengah berupaya meningkatkan produksi matcha, tetapi menurut perkiraan Falzon, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah kelangkaan matcha saat ini karena ladang baru yang mereka tanam membutuhkan waktu lima tahun sebelum dapat dipanen.
"Saya memperkirakan akan kenaikan harga yang lebih dramatis," pungkasnya.