Cerita Investigator Hantu dan Cuannya Properti Bekas Lokasi Bunuh Diri di Jepang

Ilustrasi rumah kosong di Jepang. Foto: Shutterstock

Konsultan properti sekaligus penyelidik hantu di Jepang, Kazutoshi Kodama, punya cerita unik saat menemukan satu rumah di daerah pemukiman yang tenang di Chiba, dekat Tokyo.

Di rumah itu tujuh tahun lalu, kata Kodama, ada seorang wanita tua gantung diri di kamar mandi dan tahun lalu putranya meninggal sendirian, jasadnya tak ditemukan selama kurang lebih 10 hari.

Cerita asal-usul rumah itu memang menyeramkan. Tapi tidak bagi Kodama. Dia mencoba tinggal di rumah itu dari pukul 10 malam hingga pukul 6 pagi, hampir 20 kali.

Yang dia lakukan selama tinggal di sana adalah memantau dengan empat kamera video, kamera termal, meteran medan elektromagnetik, pengukur tekanan udara, termometer, dan perekam IC. Dia mencatat hasil pembacaan setiap jam.

Bila ia yakin tidak ada fenomena paranormal seperti gangguan elektromagnetik yang tidak dapat dijelaskan, ia akan menerbitkan sertifikat yang menyatakan properti itu bebas dari hantu.

Mengutip dari laporan Reuters, Senin (30/6), di Jepang, rumah-rumah yang pernah menjadi tempat terjadinya pembunuhan atau bunuh diri diklasifikasikan sebagai "jiko bukken" atau "properti malang" yang dapat menimbulkan tekanan psikologis bagi pemilik atau penyewa baru.

Begitu pula dengan rumah-rumah dengan kematian yang "terisolasi secara sosial" - jenis properti malang yang paling umum di mana jasad tidak ditemukan selama beberapa waktu dan telah terjadi pembusukan yang cukup parah, sehingga memerlukan layanan pembersihan khusus atau bahkan penggantian lantai dan kertas dinding.

Pemikiran modern seputar harta benda yang tidak beruntung dibentuk oleh agama Shinto kuno Jepang yang meyakini bahwa saat seseorang meninggal dengan penyesalan, rohnya tetap berada di bumi, sering kali di tempat kematiannya, dengan menyimpan dendam atau diliputi kesedihan.

"Menemukan penyewa dulunya hampir mustahil," kata Kodama, yang mendirikan perusahaannya, Kachimode, tiga tahun lalu untuk menawarkan apa yang disebutnya layanan investigasi hantu bagi calon pembeli dan penyewa.

"Namun seiring dengan naiknya harga real estat, orang-orang mulai mempertimbangkan properti yang kurang menguntungkan sebagai sebuah pilihan."

Harga properti di Jepang meroket karena melonjaknya biaya material konstruksi dan tenaga kerja serta masuknya investor luar negeri yang tertarik oleh melemahnya yen dan relatif murahnya harga real estat lokal.

Harga rata-rata untuk kondominium bekas seluas 70 meter persegi di 23 distrik Tokyo, misalnya, melonjak lebih dari sepertiga pada bulan Mei dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 100,9 juta yen (USD 697.000), menurut firma riset real estat Tokyo Kantei.

Berburu rumah-rumah yang dianggap berhantu

Ilustrasi rumah kosong di Jepang. Foto: Shutterstock

Populasi Jepang yang menua dengan cepat telah menyebabkan lebih banyak kematian akibat isolasi sosial. Laporan pertama lembaga kebijakan nasional tentang masalah ini menyebutkan ada hampir 21.900 kasus tahun lalu di mana kematian tidak diketahui selama delapan hari atau lebih.

Tren yang ada adalah orang lanjut usia merasa sulit untuk menyewa karena pemiliknya khawatir properti mereka suatu hari nanti akan terstigma.

Untuk meringankan masalah ini, pemerintah pusat pada tahun 2021 mengeluarkan pedoman yang merekomendasikan bahwa tiga tahun setelah kematian seperti itu, rumah-rumah dapat melepaskan label properti yang tidak menguntungkan, sehingga berpotensi memudahkan untuk menemukan penyewa.

Tetapi pemilik dan agen tetap perlu mengungkapkan informasi tentang riwayat properti kepada semua calon pembeli dan penyewa jika mereka bertanya.

Pedoman tersebut telah memacu minat terhadap properti yang tidak menguntungkan. Meskipun Kodama mungkin unik dalam menawarkan layanan investigasi hantu, pialang real estat lainnya juga berupaya memanfaatkan pasar yang sedang berkembang ini.

Mereka mengatakan bahwa sejumlah orang muda menjadi lebih terbuka untuk tinggal di properti yang kurang beruntung, sementara investor dalam dan luar negeri, banyak di antaranya warga Tiongkok, tertarik dengan potensi hasil yang tinggi.

"Investor tidak peduli (tentang sejarah properti) karena mereka tidak akan tinggal di sana," kata Akira Ookuma, pendiri broker Happy Planning, seraya menambahkan bahwa beberapa investor menaikkan sewa setelah tiga tahun.

Para pialang juga mencatat bahwa sementara lokasi pembunuhan mungkin harus dijual dengan harga 80 persen di bawah harga pasar normal atau bahkan tidak terjual sama sekali, untuk properti-properti malang lainnya, diskonnya bisa relatif kecil, yakni 20 persen.

MarksLife, yang menawarkan layanan untuk properti yang kurang beruntung seperti upacara untuk jiwa yang hilang yang dilakukan oleh biksu Buddha, mengatakan properti yang ditanganinya memiliki pengembalian investasi rata-rata sebesar 8,4 persen.

Sebaliknya, apartemen studio di pusat kota Tokyo memiliki pengembalian rata-rata yang diharapkan sebesar 3,55 persen, menurut survei CBRE.

Properti-properti malang di Jepang akan terus bertambah jumlahnya, kata para pialang real estate.

Orang-orang yang berusia 65 tahun atau lebih yang tinggal sendiri saat ini mencakup 14 persen dari semua rumah tangga di Jepang, tetapi dalam waktu 20 tahun, mereka akan menjadi seperlima, menurut perkiraan Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial.

Kodama belum menandatangani pernyataan bahwa properti di Chiba - yang sekarang disewanya dengan rencana untuk disewakan kembali - bebas hantu. Namun, ia mengatakan bahwa ia telah melakukan lebih dari 70 penyelidikan dan hanya sebagian kecil yang berhasil mengungkap fenomena seperti gangguan elektromagnetik.

Bagi sebagian calon pembeli, sertifikatnya mungkin sudah cukup. Namun, bagi sebagian lainnya, properti yang tidak menguntungkan akan menjadi sesuatu yang terlalu sulit.

"Bahkan dengan diskon, saya akan menjauh... Bukan hanya potensi hantu; saya hanya merasa takut dengan kisah-kisah yang tidak biasa dan menyedihkan," kata Mari Shimamura, seorang pekerja kantoran berusia 24 tahun.