Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkap telah berkirim surat pada Badan Statistik PBB, United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission.
Celios menilai data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menimbulkan indikasi adanya perbedaan dengan kondisi riil perekonomian Indonesia.
Salah satunya adalah data terkait dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan investasi atau PMTB. Sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional, BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan, dan menjaga integritas data. CELIOS mengirimkan surat permintaan investigasi pada Badan Statistik PBB terkait data tersebut.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, mengatakan inisiasi yang dilakukan CELIOS menjadi upaya untuk menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk UMKM dan masyarakat secara umum.
“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-II 2025 yang sebesar 5,12 persen year on year," jelas Bhima dalam keterangan resmi, Sabtu (9/8).
"Kami melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama," sambungnya.
Menurutnya, porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67 persen dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25 persen. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya.
"Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen yoy? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi," jelasnya.
Universitas Paramadina Soroti Data Pertumbuhan Ekonomi
Keraguan terkait data pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II 2025 juga datang dari kalangan akademisi.
Universitas Paramadina mempertanyakan data yang dirilis BPS. Universitas menilai data BPS adalah fondasi kebijakan negara dan menjadi rujukan utama bagi akademisi hingga dunia usaha, sehingga integritas BPS adalah modal utama dalam proses pembangunan.
"Angka pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang diumumkan BPS sebesar 5,12 persen (yoy) menimbulkan pertanyaan besar di tengah kenyataan ekonomi yang dirasakan masyarakat dan dunia usaha tentang daya beli yang melemah, konsumsi rumah tangga yang stagnan, pesimisme produsendan peningkatan PHK di berbagai sektor industri," demikian dikutip dari keterangan resmi Universitas Paramadina, Sabtu (9/8).
Paramadina menuturkan, publik berhak mengetahui secara jelas dan rinci terkait metodologi dan asumsi perhitungan PDB, termasuk sumber data, pembobotan sektor, dan metode estimasi, yang dapat diverifikasi oleh berbagai pihak.
Kemudian, penjelasan mengenai kesenjangan antara data pertumbuhan ekonomi versi BPS dan indikator-indikator ekonomi sektoral yang justru menunjukkan perlambatan, serta komitmen BPS untuk menjaga independensi penuh dari tekanan atau intervensi pihak mana pun.
"Banyak kalangan tidak percaya, dan ini berpotensi bergulir menjadi bola liar yang merusak kredibilitas BPS," tegas Paramadina.
Paramadina pun mengingatkan kredibilitas BPS adalah modal utama kepercayaan publik. Jika data yang dirilis tidak selaras dengan kenyataan di lapangan, maka tidak hanya publik yang kehilangan pegangan, tetapi juga kebijakan ekonomi nasional akan salah arah.