Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 untuk Kabupaten Pati, dinaikkan sekitar 250 persen oleh Bupati Pati, Sudewo, politikus Partai Gerindra.
Kebijakan tersebut membuat massa mencetuskan rencana unjuk rasa pada 13 Agustus 2025, sepekan setelah peringatan hari jadi Pati yang jatuh pada 7 Agustus.
"Ini respons masyarakat ketika bupati baru tiba-tiba menaikkan PBB secara drastis hingga 250 persen, tiba-tiba pajak pedagang kaki lima naik 10 persen, tiba-tiba hari sekolah anak dikurangi dari 6 hari jadi 5 hari," kata Husaini (46 tahun), Ketua Tim Advokasi untuk Aksi Masyarakat Pati Bersatu, Rabu (6/8).
"Akumulasi itu yang dipersoalkan masyarakat, nah bupati malah menantang dengan bilang 'Silakan kalau demo, jangankan 5 ribu orang, 50 ribu orang pun saya tidak akan ubah aturan'," ujar Husaini yang merupakan Direktur Institut Hukum dan Kebijakan Publik (INHAKA) itu.
Husaini melanjutkan, "Model mengambil kebijakan itu, dengan tidak mengobrol dengan baik ke masyarakat, apalagi dengan intonasi-intonasi yang menantang warga, suaranya tinggi, itu membuat masyarakat semakin tertantang."
Karakter warga Pati, menurut Husaini, semakin ditantang semakin tertarik.
Aturan Pajak Kaki Lima Dibatalkan
Menurut Husaini, bupati telah membatalkan naiknya pajak menjadi 10 persen untuk pedagang kaki lima.
"Itu enggak jadi," kata Husaini.
Meski bupati kemudian membatalkan kenaikan pajak kaki lima, tapi bupati tetap memberlakukan kenaikan PBB 250 persen dan pengurangan hari sekolah.
Nah, terkait pengurangan hari sekolah, menurut Husaini, yang protes adalah para santri.
"TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran) itu kan jam 3 sore, sedangkan karena hari sekolah dikurangi, maka durasi per harinya jadi bertambah sehingga anak-anak baru pulang jam 2 siang. Itu mepet banget," ujar Husaini.