Bupati Jombang, Warsubi menanggapi keluhan warga terkait kenaikan pajak yang signifikan. Hal ini menyusul ada warganya yang protes Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perdesaan (PBB-P2) rumahnya naik hampir 400 persen.
Warga pun hingga mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang dengan membawa satu galon berisi uang koin untuk membayar sebagian tunggakan PBB-P2 sebagai bentuk protes pada Senin (11/8).
"Pertama-tama, saya ingin menyampaikan bahwa saya memahami sepenuhnya, urusan pajak sering kali menjadi beban pikiran bagi masyarakat. Terutama bagi warga yang penghasilannya rendah, pajak kadang dianggap sebagai tambahan tekanan di tengah kebutuhan hidup yang terus meningkat," kata Warsubi dalam keterangan tertulis, Rabu (13/8).
Warsubi menyampaikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang akan mengambil langkah dengan melakukan pendataan ulang pajak.
"Pendataan ini justru untuk memastikan agar pengenaan pajak benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga adil bagi semua pihak," ucapnya.
Warsubi mengungkapkan Pemkab Jombang juga akan mengambil beberapa kebijakan atas polemik kenaikan pajak, yakni :
- Memberikan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memenuhi syarat.
- Menghapus denda pajak mulai tanggal 1 Agustus sampai dengan 31 Desember 2025 agar warga punya kesempatan menunaikan kewajiban membayar pajak tanpa terbebani biaya tambahan.
- Memberikan diskon hingga 35% untuk BPHTB pada semua jenis transaksi sebagai bentuk stimulus agar pembayaran pajak lebih ringan.
Ia mengatakan, bagi masyarakat yang merasa nilai pajaknya kurang tepat untuk mengajukan keberatan ke Bapenda Jombang.
"Kami sudah menyiapkan tim khusus yang akan memproses setiap keberatan secara cepat, transparan, dan profesional," ujarnya.
Warsubi memerintahkan Bapenda Jombang untuk mengawal kebijakan tersebut di lapangan.
"Dan saya pastikan, dalam revisi Peraturan Daerah yang akan datang, tidak akan ada kenaikan pajak apa pun pada tahun 2026. Ini komitmen pemerintah daerah untuk melindungi kepentingan rakyat," ucapnya.
Lebih lanjut, Warsubi menerangkan perubahan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2023 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini merupakan tindak lanjut rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, yang pada beberapa pasal harus dilakukan perubahan.
Hal ini sesuai dengan pasal 99 Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan pasal 128 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 Tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Yang menjelaskan bahwa apabila bupati tidak melakukan perubahan berdasarkan hasil evaluasi dan surat pemberitahuan, Bupati akan mendapatkan sanksi," katanya.