Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkap akan memperhatikan dampak dari penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) untuk trading saham. Sampai saat ini, aturan mengenai hal tersebut juga belum ada.
Artificial Intelligence yang dimaksud adalah fitur yang bisa digunakan oleh investor dalam aplikasi yang menyediakan layanan jual beli saham.
“Saat ini memang melakukan (trading pakai AI) kan, belum ada peraturannya,” kata Direktur Utama BEI, Iman Rachman kepada wartawan di Main Hall, BEI, Jakarta Pusat pada Senin (11/8).
Nantinya untuk suatu aturan, BEI ingin melihat dampaknya terlebih dahulu. Menurut Iman, sistem algoritma dalam perdagangan saham juga sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru.
"Nah, kita lihat lah kalau negatifnya. Tapi kan algo (algoritma) kan sebenarnya juga dilakukan sebenarnya oleh orang. Dari dulu udah ngelakuin algo juga tuh, institusi. Jadi bukan hal yang baru, gitu. Tapi nanti kita lihat dampaknya,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Iman juga memberikan komentarnya terkait marak terjadinya backdoor listing. Menurut, Iman hal ini tak harus selalu dipandang dengan pandangan negatif.
"Sekarang gini, kan itu ada opsi buat perusahaan untuk apakah dia mau lakukan IPO atau dia cari partnership, backdoor itu. Terlepas ngelihatnya, jangan lihat negatif. Tapi itu bagian dari bagian mereka membesarkan perusahaannya,” kata Iman.
Backdoor listing sendiri adalah suatu proses akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan tertutup kepada perusahaan terbuka. Hal ini kerap menjadi cara perusahaan tertutup untuk melantai di BEI tanpa melakukan proses IPO.
Iman menambahkan, BEI memiliki aturan bahwa dalam tahun pertama IPO suatu perusahaan memang dilarang melakukan aksi korporasi. Jika backdoor listing dilakukan setelah masa tersebut maka hal itu menjadi kewenangan perusahaan.
“Tapi setelah itu (setelah 1 tahun) kan kewenangan perusahaan untuk tumbuh. Ya kita lihat aturannya. Selama mereka bisa penuhi, disclosure-nya dilakukan, kan kita harus lihat positif juga,” ujarnya.