"Mana ada (angka pertumbuhan ekonomi dimanipulasi)!"kata Airlangga kepada wartawan di kantornya, Selasa (5/8).
Ia memaparkan sejumlah indikator yang menurutnya menjadi bukti kuat bahwa ekonomi memang sedang tumbuh. Salah satunya adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai hampir 5 persen.
"Ya kalau kita lihat kan konsumen konsumsi tumbuh tinggi. Sekitar 4,97 persen dan itu mewakili 54 persen," ujarnya.
Selain konsumsi, Airlangga juga menyoroti perbaikan dari sisi investasi yang disebut tumbuh hingga 6,99 persen. Tak hanya itu, peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari kenaikan transaksi di sektor eceran, penggunaan uang elektronik, hingga pertumbuhan bisnis digital.
"Kemudian investasi tumbuh 6,99 persen. Kemudian transaksi di eceran meningkat. Uang elektronik 6,26 persen. Kemudian marketplace tumbuh quarter to quarter 7,5 persen," jelasnya.
Sektor pariwisata juga disebut berkontribusi besar. Kebijakan pemerintah yang mendorong mobilitas masyarakat lewat moda transportasi udara, darat, dan kereta api disebut berhasil meningkatkan perjalanan dalam negeri.
"Itu perjalanan wisatawan nusantara tumbuh 22,3 persen. Wisatawan mancanegara tumbuh 23,32 persen," sambung Airlangga.
Ia menambahkan, pasar tenaga kerja juga menunjukkan tren positif. Berdasarkan data Februari ke Februari, lapangan kerja tercipta nyaris mencapai 3,6 juta.
Namun saat ditanya apakah daya beli masyarakat sudah sepenuhnya pulih, Airlangga enggan menyebut nama perusahaan, tetapi mengacu pada kinerja beberapa emiten retail sebagai cerminan.
"Kita lihat aja perusahaan publik yang di sektor retail. Itu yang satu semester. Apakah itu, saya nggak sebut. Tapi kan ada yang di sektor pasar modern. Ada sektor retail di mal. Itu dari tiga aja itu semua satu semesternya membaik," katanya.
Meski begitu, keyakinan pemerintah atas pertumbuhan ekonomi 5,12 persen ini tidak serta merta dipercaya oleh semua pihak. Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, justru menyebut angka pertumbuhan tersebut penuh kejanggalan dan tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.
"Pengumuman pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 penuh kejanggalan dan tanda tanya publik. Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya," tegas Huda.
Menurutnya, ada setidaknya tiga kejanggalan yang perlu dicermati. Pertama, angka pertumbuhan yang lebih tinggi dari kuartal Ramadan dan Lebaran dianggap tidak masuk akal, mengingat periode tersebut biasanya memicu konsumsi tinggi.
Kedua, angka pertumbuhan industri pengol...