REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Negosiasi perjanjian plastik global untuk mengakhiri polusi plastik (INC 5.2) akan berakhir pada 14 Agustus. Organisasi masyarakat sipil Asia Tenggara mengingatkan pentingnya kesepakatan yang mengikat secara hukum demi melindungi kesehatan publik dan kelestarian lingkungan di kawasan.
Pertemuan dihadiri pemimpin dari 178 negara di Jenewa. Pendiri Nexus3 Foundation dan anggota Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) Yuyun Ismawati menegaskan mandat delegasi Asia Tenggara adalah mengakhiri polusi plastik dan melindungi kesehatan manusia serta lingkungan di seluruh siklus hidup plastik.
“Kita tidak bisa melanjutkan produksi dan konsumsi plastik yang tidak berkelanjutan. Membatasi produksi plastik, mengendalikan bahan kimia beracun, dan mengurangi subsidi untuk produsen plastik adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini,” kata Yuyun dalam pernyataannya, Selasa (12/8/2025).
Sejumlah negara di Asia Tenggara telah mengajukan proposal pengurangan produksi plastik, penghapusan bahan kimia beracun, peningkatan transparansi dan keterlacakan bahan kimia, serta promosi sistem guna ulang, isi ulang, perbaikan, dan pengurangan plastik bebas racun. Namun, dukungan penuh terhadap usulan ini belum tercapai.
Lebih dari 100 negara mengakui produksi plastik global sudah berlebih, didukung pernyataan lebih dari 1.100 ilmuwan. Direktur Pacific Environment Vietnam Xuan Quach menyerukan para negosiator untuk mengutamakan kepentingan jangka panjang di atas kepentingan industri petrokimia dan plastik.
“Kami menyerukan kepada para negosiator untuk berempati dan memprioritaskan kepentingan jangka panjang seluruh kawasan di atas kepentingan sempit industri petrokimia dan plastik,” ujar Xuan.
Ia meminta delegasi mempertimbangkan generasi mendatang, dampak perubahan iklim pada kelompok rentan, dan kebutuhan mendesak akan produksi dan konsumsi berkelanjutan.
AZWI mencatat, meski ada konsensus luas, negara besar produsen petrokimia bersama 234 perwakilan industri petrokimia dan bahan bakar fosil melakukan lobi besar-besaran. Lobi itu memperlambat negosiasi dan mendorong perjanjian lemah yang hanya berfokus pada pengelolaan sampah.
AZWI menilai taktik ini juga terlihat di putaran negosiasi sebelumnya dan terbukti gagal. Negara maju yang kerap dipuji karena pengelolaan sampah justru menjadi pengekspor besar sampah plastik ke negara berkembang.
“Kami memohon kepada semua negosiator pemerintah untuk memanfaatkan momentum ini, mencegah pelobi korporasi membajak negosiasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menyediakan mekanisme pembiayaan serta kepatuhan yang kuat untuk memastikan implementasi yang efektif,” kata Koordinator Nasional Ecowaste Coalition Filipina, Aileen Lucero.
Juru Kampanye dan Peneliti Plastik Environmental Justice Foundation (EJF) Punyathorn Jeungsmarn mengingatkan Asia Tenggara berada di persimpangan jalan. Tanpa pengendalian, produksi plastik akan membanjiri kawasan dengan limbah yang mencemari air dan udara.
“Kita akan melihat lebih banyak sampah plastik mengalir ke kawasan kita, serta lebih banyak mikroplastik dan bahan kimia di dalam darah dan tubuh kita. Perjanjian plastik harus menetapkan target pengurangan produksi plastik, atau berisiko menjadi perjanjian solusi palsu,” ujarnya.
Punyathorn menilai ambisi negara-negara Asia Tenggara masih rendah, termasuk mengabaikan dampak plastik mulai dari produksi, penggunaan, hingga pembuangannya.
“Asia Tenggara juga berkeras untuk tidak memiliki target global untuk mencapai produksi plastik yang berkelanjutan atau aturan global yang dapat lebih baik mengarahkan keputusan bisnis. Kami menyaksikan kampanye yang mempromosikan solusi palsu untuk mengatasi masalah sampah plastik di kawasan ini,” katanya.
Events and Projects Officer C4 Center Malaysia Wong Si Peng menambahkan, tanpa aturan global, sifat toksik plastik dan bahan kimia produksinya akan menyebar luas. Perbedaan kebijakan nasional antarnegara akan memengaruhi pengelolaan sirkularitas plastik.
“Kami menyerukan negara-negara di kawasan kami untuk memasukkan standar global yang mengikat demi perjanjian plastik yang efektif,” kata Wong.