
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM –Brigade Al-Qassam mengumumkan kesediaannya mengizinkan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengirimkan makanan dan pasokan medis kepada tentara Israel yang ditawan di Gaza.
Namun, Al Qassam menekankan akses kemanusiaan itu hanya akan diberikan jika Israel menghentikan kelaparan sistemik dan menghentikan serangan udara. Serta mengizinkan bantuan kemanusiaan tanpa batas ke wilayah kantong yang terkepung itu.
Dalam pernyataan yang dirilis hari Ahad, Al-Qassam mengatakan pihaknya "siap untuk menanggapi secara positif" setiap permintaan Palang Merah terkait bantuan bagi tawanan perang Israel.
Namun, kesiapan ini dikaitkan dengan satu syarat yang diperlukan: Israel harus menghentikan "kelaparan sistmeik di Gaza" dan menghentikan operasi militer yang menghambat pengiriman bantuan.
"Kami tidak sengaja membuat para tahanan kelaparan," kata Al Qassam, dinukil dari Days of Palestine, Senin. "Mereka makan apa yang dimakan para pejuang dan rakyat kami. Mereka tidak akan menerima perlakuan khusus sementara rakyat kami sendiri sekarat karena kelaparan di bawah pengepungan."
Pernyataan itu menyusul dirilisnya video oleh unit media militer Al-Qassam yang berjudul “Pemerintah Israel Memutuskan untuk Membuat Mereka Kelaparan.”
Rekaman itu menunjukkan tentara Israel dalam kondisi kritis, kurus kering, dan hampir tidak bisa bergerak atau berbicara.
Al-Qassam mengatakan tentara itu dijadwalkan dibebaskan lewat pertukaran tahanan yang tertunda, dan menyebut kondisinya akibat langsung dari kebijakan Israel yang telah memblokir bantuan ke Gaza.
Video tersebut, yang diberi teks terjemahan dalam bahasa Arab, Ibrani, dan Inggris, menyandingkan citra lemah prajurit tersebut dengan kejadian menyedihkan anak-anak Palestina yang menderita kekurangan gizi parah.
Bayi-bayi dengan kerangka tubuh diperlihatkan di rumah sakit, beberapa tak bergerak, yang lain terlalu lemah untuk menangis. Pesan yang ingin disampaikan bahwa bencana kemanusiaan di Gaza bukanlah suatu kebetulan, melainkan sebuah kebijakan.
Rekaman itu juga menampilkan pernyataan dari para pejabat tinggi Israel.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir terekam mengatakan, "Yang dibutuhkan Gaza saat ini adalah bom," adapun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan, "Kami hanya akan mengizinkan bantuan seminimal mungkin."
Menanggapi video tersebut, Netanyahu mengadakan percakapan telepon dengan Julien Lerisson, kepala misi regional ICRC, mendesak intervensi Palang Merah segera mengirimkan bantuan kepada para tahanan Israel.
Menurut Kantor Perdana Menteri, Netanyahu menyatakan “keprihatinan mendalam” atas kondisi para tawanan dan menuntut akses kemanusiaan yang cepat.
Namun Al-Qassam menepis apa yang mereka sebut sebagai kekhawatiran yang "terlambat dan munafik".
"Selama hampir sepuluh bulan, Israel telah memberlakukan kebijakan kelaparan di seluruh Gaza," tegas Al Qassam.
"Sekarang, ketika dampak kebijakan itu dirasakan oleh tentara mereka sendiri, mereka tiba-tiba mengacu pada norma-norma kemanusiaan."
Badan-badan kemanusiaan, termasuk beberapa badan PBB, telah mengonfirmasi bahwa kondisi kelaparan semakin memburuk, terutama di Gaza utara.
Konvoi bantuan menghadapi pembatasan, pemboman udara, dan penundaan birokrasi di perlintasan yang dikuasai Israel.
Kondisi tahanan Israel telah menjadi poin kunci dalam negosiasi gencatan senjata yang terhenti.
Hamas telah menyatakan mereka terbuka terhadap kesepakatan yang mencakup pembebasan tahanan, tapi hanya dengan syarat yang mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan penuh Israel.
Israel sejauh ini menolak persyaratan tersebut, melanjutkan kampanye militernya di seluruh wilayah, termasuk pemboman mematikan di Rafah dan Gaza tengah dalam beberapa hari terakhir.
Organisasi hak asasi manusia dan pengamat internasional telah memperingatkan terjadinya genosida, dengan menyebutkan pengungsian massal, penghancuran infrastruktur sipil, dan kelaparan yang sedang berlangsung.
Penulis Israel: Zionis Lakukan Genosida
Penulis Israel pemenang penghargaan David Grossman membenarkan apa yang digambarkan banyak organisasi internasional sebagai genosida di Gaza.
Ia mengatakan selama bertahun-tahun telah menolak menggunakan kata tersebut tetapi sekarang ia "tidak dapat menahan diri" untuk tidak menggunakan istilah tersebut.
Komentar Grossman muncul beberapa hari setelah dua kelompok hak asasi manusia utama Israel, B'Tselem dan Physicians for Human Rights, memastrikan Israel melakukan genosida di Gaza. Yang terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas kelaparan di daerah kantong yang terkepung itu.
Pengumuman itu pertama kalinya kelompok hak asasi besar Israel secara terbuka menyimpulkan bahwa perang Gaza adalah genosida.
Penilaian yang sebelumnya dicapai beberapa organisasi seperti Amnesty International dan Human Rights Watch.
Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Jumat, penulis dan aktivis perdamaian ternama dunia itu mengatakan kepada harian Italia La Repubblica, “Saya bertanya pada diri sendiri: bagaimana kita sampai di sini?” Bagaimana kami sampai dituduh melakukan genosida?” ucapnya.
“Hanya dengan mengucapkan kata 'genosida' – yang merujuk pada Israel, pada orang-orang Yahudi, itu fakta bahwa asosiasi ini bisa terjadi. Seharusnya sudah cukup menunjukkan kepada kita bahwa sesuatu yang sangat salah sedang terjadi pada kita.”
Grossman mengatakan selama bertahun-tahun ia menolak menggunakan istilah itu.
"Tapi sekarang saya tak bisa menahan diri – tidak setelah apa yang saya baca di koran, tidak setelah gambar-gambar yang saya lihat, tidak setelah berbicara dengan orang-orang yang pernah ke sana. Kata ini bagaikan longsoran salju: sekali Anda mengucapkannya, ia akan membesar, seperti longsoran salju. Dan itu menambah kehancuran dan penderitaan," katanya.
Penulis mengatakan ia menggunakan kata tersebut “dengan rasa sakit yang amat sangat dan hati yang hancur”.
"Membaca di koran atau mendengar dalam percakapan dengan teman-teman di Eropa tentang keterkaitan kata 'Israel' dan 'kelaparan' – terutama ketika ini berasal dari sejarah kita sendiri.”
Ia melanjutkan, “Dari kepekaan kita terhadap penderitaan manusia, dari tanggung jawab moral yang selalu kita akui untuk dipegang terhadap setiap manusia, bukan hanya terhadap orang Yahudi – ini sungguh menghancurkan," kata Grossman, yang memenangkan hadiah sastra tertinggi Israel, tahun 2018 untuk karyanya yang mencakup lebih dari tiga dekade.
"Pendudukan telah merusak kita," kata Grossman. "Saya sepenuhnya yakin bahwa kutukan Israel dimulai dengan pendudukan wilayah Palestina pada tahun 1967.
Mungkin orang-orang sudah bosan mendengarnya, tapi itulah kenyataannya.
“Kita telah menjadi kuat secara militer, dan kita telah jatuh ke dalam godaan yang lahir dari kekuatan absolut kita, dan gagasan bahwa kita bisa melakukan apa saja."
Pada tahun 2021, ia mengatakan pendudukan Israel di Tepi Barat telah berubah menjadi “apartheid”.
“Mungkin seharusnya tidak lagi disebut 'pendudukan', tapi ada nama yang lebih keras, seperti 'apartheid' misalnya,” ujarnya kepada Radio Angkatan Darat.
Mila