REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum keluarga almarhum Gamma Rizkynata Oktafandy, Zainal Petir, mengatakan, sepanjang persidangan terkait penembakan oleh Aipda Robig Zaenudin, tak satupun saksi anak yang terlibat dalam peristiwa, menyampaikan mendengar tembakan peringatan. Para saksi anak pun mengaku tak mendengar Aipda Robig meneriakkan kata "polisi" sebelum menembak.
"Saksi anak yang saya dampingi, tak satupun yang ngomong dia (Aipda Robig) melakukan tembakan peringatan, kemudian mengaku sebagai polisi," kata Zainal, Sabtu (2/8/2025).
Menurut Zainal, klaim Aipda Robig bahwa dia melepaskan tembakan peringatan dan meneriakkan kata "polisi" sebelum menembak adalah upaya agar unsur pembelaan terpaksa atau noodweer, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP, terpenuhi. Oleh sebab itu, dalam nota pembelaan (pleidoi) dan dupliknya, Aipda Robig menekankan bahwa aksi penembakan yang dilakukannya telah sesuai prosedur.
Karena telah sesuai prosedur dan tak melanggar hukum, Aipda Robig meminta majelis hakim agar membebaskannya. Kendati demikian, Zainal menilai argumentasi Aipda Robig dalam pembelaannya di persidangan tak berdasar.
"Namanya pembelaan pasti kepingin dibebaskan. Karena apa yang dilakukan dengan menembak mati (Gamma) itu dianggap sebagai pembelaan terpaksa atau noodweer. Menurut saya, itu pembelaan yang tak berdasar, karena apa yang dituntut jaksa sudah jelas," kata Zainal.
Menurutnya, hal itu turut didukung keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan, yakni Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah. "Brigadir jenderal, bintang satu, menyampaikan, bahwa apa yang dilakukan terdakwa tidak dalam keadaan terpaksa atau dalam nyawanya terancam, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain," ucap Zainal.
Karena itu, Zainal berharap majelis hakim dapat memvonis Aipda Robig secara maksimal sesuai tuntutan jaksa, yakni 15 tahun penjara plus denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara. "Tapi karena ada korban anak tewas dan dua korban anak terluka, majelis hakim bisa saja menjatuhkan pidana melebihi tuntutan, namanya ultra petita," ujarnya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang yang menangani perkara penembakan Aipda Robig dijadwalkan membacakan vonis pada 8 Agustus 2025 atau Jumat pekan depan.