REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Idul Adha yang seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan, kurban, dan makanan lezat, kini terasa hampa bagi jutaan warga Palestina di Jalur Gaza. Di tengah perang yang berkelanjutan dan blokade ketat, masyarakat hanya bisa mengenang tradisi yang tak lagi bisa mereka jalani.
Selama tiga bulan terakhir, tak ada daging segar yang masuk ke Gaza. Sementara itu, sebagian besar ternak lokal seperti domba, sapi dan kambing, mati akibat serangan udara dan darat Israel yang berlangsung sejak Oktober 2023. Tradisi menyembelih hewan kurban pun nyaris tak terlihat di wilayah yang kini dipenuhi tenda pengungsian dan reruntuhan bangunan.
Di kamp Muwasi di pesisir selatan Gaza, beberapa hewan ternak yang tersisa seperti kambing, domba, sapi dan unta, dijual di kandang darurat. Namun harganya sangat mahal, sehingga warga hanya bisa melihat tanpa mampu membeli. Anak-anak yang datang juga sekadar menonton hewan-hewan itu sambil melantunkan takbir.
“Tidak ada daging, tidak ada sayur, bahkan roti pun saya tak mampu membelinya. Harganya melambung tinggi,” kata Abdel Rahman Madi, seorang pengungsi di kamp Muwasi, Gaza Selatan, seperti dilansir laman Arab News, Jumat (6/6/2025).
Idul Adha memperingati kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT. Pada masa damai, hari ini adalah momen kegembiraan bagi anak-anak dan peluang peningkatan pendapatan bagi pedagang di Gaza.
Namun kondisi saat ini jauh berbeda. Blokade telah membuat harga kebutuhan pokok meroket. Pasokan daging dan sebagian besar buah serta sayuran segar bahkan lenyap dari pasar.
Di pasar jalanan di kota terdekat Khan Younis, sejumlah pedagang menjual boneka domba dan pernak-pernik hari raya lainnya serta pakaian bekas. Namun, sebagian besar warga hanya melihat-lihat tanpa membeli apapun karena harga yang tak terjangkau.
“Dulu, suasananya meriah seperti Idul Fitri, anak-anak akan merasa lebih ceria. Sekarang dengan blokade, tidak ada tepung, tidak ada pakaian, tidak ada kegembiraan,” kata Hala Abu Nqeira, seorang perempuan yang sedang melihat-lihat di pasar.
“Kami hanya keluar mencari tepung untuk anak-anak kami. Tapi harga tepung saat ini tidak masuk akal,” tambah dia.
Blokade Israel telah sepenuhnya menghancurkan kemampuan Gaza untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Menurut PBB, 96 persen ternak dan 99 persen unggas di Gaza telah mati. Lebih dari 95 persen lahan pertanian Gaza sebelum perang tidak dapat digunakan, rusak parah atau tidak dapat diakses di dalam zona militer Israel.
Selama lebih dari dua bulan, Israel menutup total akses bantuan ke Gaza. Baru dua pekan terakhir blokade sedikit dilonggarkan, memungkinkan beberapa truk bantuan kemanusiaan masuk untuk didistribusikan oleh PBB. Namun PBB mengaku kesulitan menyalurkan bantuan akibat penjarahan dan pembatasan dari militer Israel.
Hampir seluruh populasi yang berjumlah lebih dari 2 juta orang telah diusir dari rumah mereka, dan sebagian besar harus pindah beberapa kali untuk menghindari serangan Israel.
Seorang warga bernama Rasha Abu Souleyma mengatakan bahwa dia baru-baru ini kembali ke rumahnya di Rafah — tempat keluarganya melarikan diri untuk berlindung di Khan Younis — untuk mengambil beberapa barang yang tertinggal. Dia membawa beberapa pakaian, kacamata plastik berwarna pink, dan gelang yang dia berikan kepada kedua putrinya sebagai hadiah Idul Adha.
"Saya tidak bisa membelikan mereka pakaian atau apa pun. Dulu saya selalu membelikan daging saat Idul Adha agar mereka senang, tetapi sekarang kami tidak bisa membawa daging, bahkan untuk roti pun saya tak sanggup,” kata wanita berusia 38 tahun itu.