REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) resmi menerapkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas proses review usulan penelitian dosen. Langkah ini menjadi terobosan penting dalam penerapan AI di kampus. Penggunaan AI bisa memotong waktu seleksi dari hitungan hari menjadi hanya beberapa menit, sekaligus meminimalkan bias subjektif.
Ketua Biro Teknologi Informasi (BTI) UBSI, Very Rianto menjelaskan sebelumnya proses seleksi usulan penelitian memakan waktu lama, bersifat subjektif, dan rentan terjadi human error.
“Kami butuh standar objektif yang sesuai roadmap fakultas dan program studi, termasuk menilai orisinalitas, relevansi, dan kualitas proposal. AI membantu memastikan keselarasan usulan penelitian dengan arah keilmuan yang sudah ditetapkan,” ujar Very, Ahad (10/8/2025).
Sistem ini, menurutnya, mengusung proses hybrid antara AI dan manusia. AI bekerja menganalisis keselarasan isi proposal, mendeteksi plagiarisme melalui metode cosine similarity, serta memberikan saran penelitian lanjutan berbasis reinforcement learning. Sementara itu, reviewer manusia tetap memegang keputusan akhir, khususnya untuk kasus yang dinilai ambigu.
Very mengatakan penerapan AI memberi tiga manfaat utama efisiensi waktu, konsistensi penilaian, dan peningkatan reputasi penelitian.
“Selain memberikan peringatan, AI juga memberi catatan dan rekomendasi perbaikan. Dosen bisa belajar pola penelitian unggul dari hasil analisis ini,” ucap dia.
Pengembangan sistem dilakukan BTI bersama Dekan Fakultas dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), dengan membangun model NLP berbasis Agent AI.
UBSI sebagai Kampus Digital Kreatif, melihat inovasi ini sebagai bagian dari visinya menjadi tech-driven university. AI juga telah diuji menggunakan data historis penelitian internal sebelum resmi digunakan.
Untuk memastikan akurasi dan etika penggunaan, UBSI menetapkan prosedur human in the loop, audit rutin antara hasil AI dan manusia, serta menjamin AI tidak menyimpan data penelitian untuk kepentingan lain. Sosialisasi dilakukan melalui workshop, panduan video, dan pendampingan langsung bagi dosen.
Very mengungkapkan, 80 persen dosen, terutama yang masih muda, merasa terbantu dengan sistem ini, sementara 20 persen sempat khawatir AI terlalu kaku.
“Namun, kekhawatiran itu berkurang setelah mereka memahami konsep hybrid system yang kami jalankan,” katanya.
Sebagai first mover di Indonesia, sistem AI review proposal ini dirancang adaptif dan bisa digunakan kampus lain tanpa perlu melatih ulang model sesuai bidang keilmuan. Ke depan, UBSI berencana menambahkan fitur deteksi potensi kolaborasi antar dosen berdasarkan topik penelitian, serta membuka fasilitas ini untuk lingkungan akademik yang lebih luas.