
Skema sewa beli atau rent to own (RTO) dinilai sebagai solusi efektif untuk memenuhi kebutuhan hunian yang layak, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan generasi milenial. Khusus untuk MBR, skema ini menawarkan alternatif bagi pekerja mandiri yang tidak memenuhi syarat untuk memperoleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui perbankan, sehingga sering disebut sebagai non-bankable.
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi), Junaidi Abdillah, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja sektor informal pada 2024 mencapai 83,42 juta orang, atau sekitar 59,62% dari total pekerja di Indonesia. Program RTO dirancang untuk membantu MBR mendapatkan hunian yang sesuai dengan kebutuhan, tanpa membebani mereka dengan uang muka yang besar.
"Tahap awal, MBR menyewa hunian terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu, misalnya dua tahun. Sebagian cicilan sewa dihimpun sebagai uang muka yang dapat digunakan saat beralih ke KPR subsidi," jelas Junaidi, dalam pernyataannya pada Senin (4/8).
Menurut dia, Skema RTO tidak hanya menguntungkan bagi MBR, tetapi juga bagi mereka yang belum memiliki akses ke sistem perbankan untuk memperoleh rumah yang nyaman dan terjangkau. Dalam era modern yang dipenuhi berbagai metode pembayaran seperti pay later dan pinjaman daring (pindar), RTO menawarkan jalan keluar bagi MBR yang terhambat pembayaran pinjaman atau pay later.
"Bahkan, skema RTO bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang kesulitan memenuhi syarat Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK (SLIK OJK) ketika mengajukan KPR subsidi. Selama masa sewa, hambatan dalam SLIK OJK dapat diselesaikan," tambah Junaidi.
Lebih lanjut, Junaidi menjelaskan bahwa RTO juga dapat mengatasi backlog hunian dan backlog kepemilikan rumah yang terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), jumlah backlog kepemilikan hunian pada 2023 tercatat mencapai 9,9 juta kepala keluarga.
"Skema RTO yang diterapkan secara luas akan mendukung pencapaian Program 3 Juta Rumah yang digulirkan pemerintah," tegasnya.
Menurut Junaidi, agar skema RTO dapat berjalan dengan cepat dan efektif, seluruh pemangku kepentingan sektor perumahan harus bekerja sama.
"Kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat diperlukan agar skema RTO dapat berkembang lebih cepat dan tepat sasaran," ujarnya.
Dia menekankan pentingnya pelaksanaan skema RTO segera, bukan hanya sebagai wacana, untuk memastikan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang membutuhkan hunian layak. (Z-10)