MENTERI Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menepis pendapat bahwa pemberian pengampunan hukum pada terdakwa korupsi menciptakan preseden buruk bagi penanganan kasus tersebut ke depan. Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti pada eks Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto serta abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mensesneg meyakini keputusan Presiden tidak akan menjadi preseden buruk bagi kasus korupsi lainnya. "Enggak lah. (Karena) satu, presiden menggunakan haknya. Itu diatur di dalam konstitusi. Yang kedua, memang semangatnya beliau ini kita butuh persatuan dan kesatuan," kata Prasetyo di kompleks parlemen, Jakarta, pada Senin, 4 Agustus 2025.
Tom Lembong sebelumnya dijatuhi hukuman penjara selama 4,5 tahun karena terlibat dalam perkara impor gula pada periode 2015–2016. Sementara itu, Hasto divonis 3,5 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus suap kepada anggota KPU Wahyu Setiawan guna melancarkan proses pengangkatan Harun Masiku sebagai Anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu.
Prasetyo menjelaskan bahwa pemberian pengampunan hukum kepada terdakwa korupsi bukan berarti membiarkan praktik-praktik rasuah terus terjadi. Namun, Prabowo memanfaatkan hak istimewanya dengan mempertimbangkan bahwa kasus Tom Lembong dan Hasto diwarnai motif politik.
"Dalam dua kasus ini yang nuansanya lebih banyak ke masalah politik, itu yang Bapak Presiden menggunakan hak. Mari kita kurangi kegaduhan-kegaduhan politik," tutur politikus Partai Gerindra.
Adapun menurut eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, pemberian amnesti dan abolisi itu justru bisa menimbulkan dampak negatif terhadap pemberantasan perkara korupsi. Novel menjelaskan bila penyelesaian kasus korupsi didasari kepentingan politik, maka sangat mungkin cara yang sama akan diulang.
“Besok-besok bisa jadi ada orang kuat, orang punya pengaruh politik, dia kemudian menggunakan langkah ini untuk lolos dari jeratan tindak pidana korupsi,” kata Novel saat dihubungi pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Kendati begitu, Prasetyo Hadi tidak setuju. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu menekankan bahwa amnesti dan abolisi merupakan jalan keluar untuk memperoleh stabilitas sosial dari kasus pidana yang terus diperdebatkan.
"Kita butuh ketenangan untuk kita bisa membangun dan memperbaiki seluruh masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Jangan energinya kita kurangi untuk hal-hal yang kurang produktif," ujarnya kemudian.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia juga menggarisbawahi dampak negatif dari pemberian amnesti dan abolisi untuk terdakwa korupsi. Yassar menyebut tindakan Prabowo yang menutup perkara saat belum berkekuatan hukum tetap (inkracht) berpotensi membuat publik tidak percaya pada institusi peradilan.
Ia menyerukan seharusnya lembaga eksekutif dapat menghargai proses peradilan dengan membiarkan keberatan terdakwa disampaikan lewat banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. “Dapat juga ditempuh proses etik di komisi yudisial melalui pemeriksaan terhadap hakim-hakim yang memutus,” kata dia dalam konferensi pers secara daring pada Jumat.
Yassar menyayangkan pilihan Prabowo karena penanganan kasus korupsi yang memicu perhatian publik ini seharusnya bisa menjadi pijakan bagi pemerintah dan DPR dalam memperbaiki kebijakan ke depan.