
LONJAKAN kasus Respiratory Syncytial Virus (RSV) memicu kekhawatiran di kalangan medis, khususnya karena virus ini menyerang kelompok paling rentan: bayi dan lansia.
Dalam diskusi bertajuk “Dua Generasi, Satu Ancaman: Pentingnya Cegah RSV” yang digelar Pfizer Indonesia di Jakarta, para pakar menegaskan pentingnya pencegahan dibanding penanganan semata.
Dokter: Jangan Asal Beri Antibiotik
Dokter Spesialis Anak, dr. Rinawati Rohsiswatmo, mengingatkan bahwa demam tinggi pada anak tak selalu berarti infeksi bakteri.
“Periksa darah dulu. Jangan langsung kasih antibiotik. Setelah pandemi, kita makin sadar demam bisa juga akibat virus seperti RSV,” tegasnya.
RSV adalah virus sangat menular yang menyerang saluran napas bawah, menyebabkan bronkiolitis dan pneumonia. Bayi di bawah enam bulan yang belum memiliki sistem imun sempurna adalah kelompok paling berisiko.
Data Global: 45 Ribu Bayi Meninggal per Tahun
Menurut The Lancet (2022), secara global ada 6,6 juta kasus RSV tiap tahun pada bayi, dengan 45.000 kematian akibat komplikasi.
“Gejalanya bisa ringan di awal, tapi berkembang jadi parah—terutama pada bayi prematur atau dengan penyakit bawaan,” jelas Rinawati.
Ia menyebut banyak kasus yang membutuhkan perawatan intensif, termasuk ICU dan alat bantu napas. Biaya terapi antibodi monoklonal bisa menembus Rp100 juta per pasien.
Vaksinasi Ibu Hamil Jadi Kunci
Rinawati mendorong vaksinasi pada ibu hamil sebagai langkah perlindungan dini. Hal ini diperkuat oleh dr. Dwiana Ocviyanti dari Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (HOGSI), yang menekankan bahwa vaksin RSV trimester ketiga sesuai rekomendasi WHO, mampu memberi kekebalan pasif pada bayi sejak lahir.
Selain bayi, lansia dengan penyakit penyerta seperti jantung dan diabetes juga rawan mengalami komplikasi serius akibat RSV. (Z-10)