Pendidikan dan Mimpi Meritokrasi: Antara Kerja Keras dan Lahir di Keluarga Tepat

3 weeks ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
ilustrasi ketimpangan pendidikan,chatGpt.comilustrasi ketimpangan pendidikan,chatGpt.com

Di mata kita, sekolah adalah jalan paling sah menuju masa depan yang lebih baik. Tempat di mana kerja keras dihargai, di mana anak-anak dari mana pun—kaya atau miskin—berdiri di garis start yang sama dan berlari menuju pintu kesuksesan. Tapi benarkah semuanya seadil itu?

Dalam praktiknya, mimpi meritokrasi di dunia pendidikan Indonesia sering kali terbentur oleh satu kenyataan pahit: bukan cuma kerja keras yang menentukan, tapi juga di keluarga seperti apa kita dilahirkan.

Ketika Kamera Menyorot Momen Bahagia, Tapi Tak Menyentuh Akar Masalah

Belum lama ini, media sosial dipenuhi video-video yang menyentuh hati. Para rektor universitas negeri datang mengetuk pintu rumah-rumah sederhana, memberi kabar bahagia bahwa anak dari keluarga prasejahtera berhasil masuk kampus bergengsi. Tangis haru pecah. Rektor tersenyum. Kamera merekam. Media menyebarkan.

Momen ini seolah menyampaikan pesan: “lihat, siapa pun bisa sukses asalkan mau berjuang”.

Namun, kisah-kisah seperti ini hanya mewakili 0,01 % dari total 426.449 mahasiswa baru yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) tahun 2025. Artinya, narasi yang dibangun adalah pengecualian yang dijadikan seolah-olah norma.

Sementara itu, ribuan anak lain dengan mimpi yang sama gagal menembus gerbang kampus impian bukan karena malas, tapi karena sistem yang tidak berpihak.

 ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak AIlustrasi ujian masuk PTN. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Bukti Bahwa Peluang Tak Pernah Sama

Menurut BPS (2023), hanya 10,15% anak usia 19–24 tahun dari kelompok termiskin yang bisa masuk pendidikan tinggi. Sementara dari kelompok terkaya, angkanya menyentuh 42,31%. Jadi, anak dari keluarga kaya punya peluang 4x lipat lebih besar untuk kuliah, dibandingkan anak dari keluarga miskin.

Ini bukan hanya soal uang. Ini soal akses terhadap fasilitas, lingkungan belajar yang kondusif, bimbingan belajar, koneksi orang tua, dan bahkan kesehatan mental yang stabil—semua itu lebih mungkin dimiliki mereka yang “lahir di keluarga yang tepat”.

Mitos Meritokrasi di Ruang Kelas

Kita suka percaya bahwa nilai rapor, skor ujian, dan IPK adalah indikator murni dari kecerdasan dan kerja keras. Padahal, semua itu juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali harus belajar di rumah yang tidak nyaman, tanpa internet stabil, tanpa les privat, sambil membantu orang tua bekerja. Lalu mereka dinilai sama dengan anak-anak yang punya semua fasilitas sejak lahir.

Apakah itu adil?

Di sinilah mimpi meritokrasi goyah. Karena kerja keras memang penting, tapi tidak semua orang punya peluang yang sama untuk bekerja keras dengan maksimal.

Pendidikan Harus Jadi Alat Pemerataan, Bukan Pengukuh Ketimpangan

Jika sekolah hanya menjadi alat untuk menyaring siapa yang sejak awal sudah punya privilese, maka pendidikan kehilangan makna dasarnya. Kita butuh sistem yang tidak cuma menilai hasil akhir, tapi juga mengakui latar belakang, memberi ruang afirmatif, dan memastikan bahwa setiap anak—apa pun latar belakangnya—benar-benar punya kesempatan yang setara.

Sampai hari itu tiba, mimpi meritokrasi akan tetap jadi milik mereka yang lahir di tempat yang tepat.

Read Entire Article