
Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan mencatat masih ada 28 juta penduduk Indonesia kesulitan mendapatkan air bersih per Maret 2025.
Sekretaris Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Ayodhia Kalake, mengatakan berdasarkan catatan United Nations Water Development, sebanyak 2,2 miliar orang di dunia belum mempunyai akses air minum dan 3,5 miliar manusia tanpa sanitasi yang layak di tahun 2024.
"Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian PU, hingga Maret 2025 Sekitar 28 juta warga Indonesia masih harus mendapatkan perhatian dalam akses air bersih setiap hari," ungkapnya saat Webinar Air untuk Negeri, Senin (16/6).
Ayodhia menuturkan, 80 persen dari total pasokan air di Indonesia digunakan untuk sektor pertanian. Di sisi lain, lebih dari 50 persen sumber daya air terancam pencemaran.
"Angka ini menjadi tantangan besar bagi kita semua, menunjukkan perlunya tindakan yang bersama kolaboratif dan juga strategis di tengah upaya mendukung swasembada pangan sebagaimana visi Bapak Presiden Prabowo Subianto," jelasnya.
Menurutnya, peran strategis pembangunan infrastruktur air baik itu bendungan, irigasi, sistem air minum, sanitasi maupun konservasi sumber daya air menjadi sangat krusial.
Dia mencatat, Kementerian PUPR membangun 61 bendungan antara 2015 hingga 2023, yang mencakup area seluas 1,18 juta hektare, dengan rata-rata pembangunan 171 ribu hektare per tahun.
Selain itu, pemerintah juga melakukan percepatan penyediaan air minum aman dan sanitasi layak. Cakupan akses air minum layak di Indonesia sampai dengan tahun 2023 mencapai 91,72 persen.
"Dalam konteks pembangunan nasional terutama untuk mencapai swasembada pangan, air menjadi komponen utama dalam produksi pangan. Lebih dari 70 persen air yang digunakan oleh manusia di seluruh dunia digunakan untuk keperluan pertanian," tutur Ayodhia.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, juga mengakui bahwa kondisi sumber daya air di Indonesia masih menjadi PR besar bagi pemerintah.
"Kondisi sumber daya air kita saat ini patut menjadi perhatian serius kita semua. Data menunjukkan bahwa indeks kualitas air nasional tahun 2024 berada pada angka 51,78, masih di bawah target nasional," ungkapnya.
Hanif mengungkapkan, 6 dari 10 provinsi dengan kualitas air terendah berada di Pulau Jawa, yang juga merupakan pusat kegiatan ekonomi dan kepadatan penduduk. Menurutnya, sungai-sungai besar dan strategis seperti Citarum, Brantas, Musi, dan Batanghari mengalami penurunan kualitas selama 3 tahun terakhir.
Selain itu, Hanif menyebutkan ketimpangan kebutuhan dan pasokan air bersih juga terjadi. Pulau Jawa memiliki indeks pemanfaatan air hanya 0,27, padahal kebutuhan air untuk pangan mencapai lebih dari 30 ribu juta meter kubik per tahun.
"Di sisi lain, Papua memiliki indeks 1,89, menunjukkan ketersediaan air yang jauh lebih besar namun belum dimanfaatkan secara optimal," ujar Hanif.