Kitab Sahih Bukhari. Kitab Shahih al-Bukhari diakui oleh para ulama.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terdapat banyak kritik dan upaya mendegradasi kredibilitas Shahih Imam al-Bukhari. Beberapa di antaranya didasarkan pada kaidah-kaidah filosofis dan rasional yang keliru, yang tidak ada kaitannya dengan metodologi ahli hadits.
Selain itu juga tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan yang sistematis dan kritis, yang telah ditetapkan oleh para ulama besar sejak abad-abad awal.
Di antara kecurigaan-kecurigaan tak berdasar paling menonjol yang dilontarkan adalah Imam Bukhari adalah juga seorang manusia yang bisa melakukan kesalahan, sehingga bukunya sah-sah saja dikritik, diterima, atau bahkan diterima secara mutlak.
Tudingan-tudingan menyesatkan ini dibantah Syekh Ali Al-Imran dalam kitabnya I’la’ as-Shahih al-Bukhari.
Dia menjelaskan, tuduhan tersebut lemah dengan sejumlah argumentasi yaitu pertama, kaidah kemungkinan wujudnya sesuatu bukan berarti menghasurkan keberadaanya (mujarrad ihtimal wujud asy-Syai’ la yaqthadhi wujuduh).
Menurut Syekh Ali, tuduhan semacam ini hanyalah dugaan adanya kesalahan, Anda tidak dapat membuat lompatan yang menghakimi dan berkata, ‘Kalau begitu pasti ada kesalahan!’
Jadi kemungkinan adanya sesuatu bukan berarti keberadaanya secar mutlak. Aspek kemanusiaan tidak berarti adanya kesalahan dalam setiap tindak-tanduk seseorang.
BACA JUGA: Demo Ricuh, Israel di Ambang Perang Saudara: Yahudi Radikal Ancam Tembaki Pendemo Anti-Perang Gaza
Jika demikan, maka semestinya mereka yang menuduh Imam Bukhari melakukan kesalahan dalam kitab Shahihnya, dasar argumentasinya tidak merujuk pada sisi manusiawi Imam Bukhari. Melainkan bukti yang disodorkan haruslah data kekeliruan secara ilmiah itu sendiri.
Kedua, ketidakadilan terhadap spesialisasi. Imam Bukhari adalah seorang spesialis dalam ilmu hadits. Dia menghabiskan seluruh hidupnya untuk mendapatkan, meneliti, mengkaji, dan menjaga ribuan hadits.