TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad ,meminta Kementerian Hak Asasi Manusia menindaklanjuti wacana penyusunan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Ia mengatakan, usulan ini bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum, tidak hanya di tingkat konstitusi, tetapi juga pada level undang-undang. Rumadi menyampaikan RUU ini akan menjadi langkah penting untuk menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya tindakan intoleransi seperti perusakan rumah ibadah di Sukabumi, Pontianak, dan Padang beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“RUU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dari Menteri HAM Natalius Pigai bisa direspons dan ditindaklanjuti agar memberikan kepastian hukum di tingkat undang-undang,” kata Rumadi dalam konferensi pers di Jakarta Pusat. Selasa, 5 Agustus 2025.
Rumadi menjelaskan toleransi dan harmoni di Indonesia merupakan hasil perjuangan yang harus terus diupayakan, bukan sesuatu yang datang dari langit. Ia mengingatkan peristiwa intoleransi yang dibiarkan bisa mengganggu pilar-pilar kebangsaan. Oleh karena itu, kata dia, penting untuk merespons setiap kejadian intoleransi dan tidak menganggapnya sebagai hal yang normal.
"Kita harus paham bahwa toleransi bukan sesuatu yang turun dari langit ini adalah sesuatu yang harus terus-menerus diupayakan," ujar Rumadi.
Selain RUU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Rumadi juga menyoroti perlunya perbaikan terhadap regulasi yang ada, khususnya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 yang mengatur pendirian rumah ibadah. Ia menyarankan agar pemerintah saat ini kembali membicarakan perbaikan peraturan tersebut untuk menutup celah intoleransi.
Rumadi menambahkan, akar masalah dari intoleransi sering kali terletak pada cara berpikir atau "mental model" yang salah, terutama perasaan terancam (feeling threatened) saat berhadapan dengan orang yang berbeda keyakinan. Menurutnya, komunitas agama memiliki tanggung jawab besar untuk menyelesaikan persoalan ini, selain peran pemerintah.
Kasus intoleransi masih kerap terjadi. Terkini adalah penggerudukan rumah doa di Kota Padang pada Ahad 27 Juli 2025 lalu. Saat itu, rumah doa yang didirikan Gereja Kristen Setia Indonesia didatangi oleh sekelompok orang yang meminta ibadah jemaat di sana dibubarkan. Dari video viral yang beredar terlihat anak-anak yang menangis karena tindakan sekelompok orang itu.
Pimpinan Gereja Kristen Setia Indonesia Pendeta F Dachi mengatakan, masyarakat salah paham karena mengira tempat itu adalah gereja. Polisi kemudian menangkap 9 orang yang diduga melakukan penggerudukan itu.