
PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa kelompok Houthi di Yaman menahan sedikitnya 11 stafnya pada 31 Agustus dalam sebuah penggerebekan di kompleks PBB.
Aksi ini terjadi hanya beberapa hari setelah Perdana Menteri Houthi, Ahmed Ghaleb Nasser al-Rahawi, tewas akibat serangan udara Israel.
Belum ada pernyataan resmi dari otoritas Houthi mengenai insiden tersebut. Namun, kelompok ini diketahui pernah menahan sejumlah pekerja bantuan internasional sebelumnya.
Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, mengecam keras penahanan tersebut.
"Saya mengutuk keras gelombang baru penahanan sewenang-wenang terhadap personel PBB hari ini di Sanaa dan Hodeida serta pemaksaan masuk ke kompleks PBB dan penyitaan properti PBB," katanya seperti dikutip Straits Times, Selasa (2/9).
Grundberg menegaskan sedikitnya 11 staf PBB ditahan dan mendesak agar mereka segera dibebaskan tanpa syarat. Ia menambahkan bahwa Houthi sebelumnya telah menahan 23 pegawai PBB sejak 2021 dan 2023, termasuk delapan orang pada Januari tahun ini.
Pada Juni 2024, Houthi menuduh adanya jaringan mata-mata Amerika-Israel yang beroperasi di bawah organisasi kemanusiaan. PBB menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya tidak berdasar.
Program Pangan Dunia (WFP) juga mengonfirmasi penahanan salah satu stafnya di Sanaa pada 31 Agustus. Lembaga itu menyebut pihaknya masih menunggu informasi lebih lanjut dari otoritas Houthi.
"Penahanan sewenang-wenang terhadap staf kemanusiaan tidak dapat diterima. Keselamatan dan keamanan personel sangat penting untuk melaksanakan pekerjaan kemanusiaan yang menyelamatkan jiwa," bunyi pernyataan WFP.
Menurut sumber keamanan di Sanaa, tujuh pegawai WFP dan tiga staf UNICEF ditahan setelah kantor mereka digerebek.
"Penangkapan tersebut melanggar kewajiban mendasar untuk menghormati dan melindungi keselamatan, martabat, dan kemampuan mereka (personel PBB) untuk melaksanakan pekerjaan penting mereka di Yaman," jelas Grundberg.
Yaman sendiri masih terperangkap dalam konflik berkepanjangan yang telah berlangsung satu dekade.
Lebih dari separuh penduduknya bergantung pada bantuan kemanusiaan. Gelombang penahanan pada 2024 membuat PBB membatasi pengerahan personel dan menghentikan sebagian aktivitas di wilayah yang dikuasai Houthi.
Sebelumnya, pada 30 Agustus, sumber keamanan Yaman menyebut Houthi menangkap puluhan orang di Sanaa dan daerah lain dengan tuduhan berhubungan dengan Israel.
Penangkapan ini menyusul serangan Israel pada 28 Agustus yang menewaskan PM Rahawi bersama sejumlah pejabat tinggi lainnya.
Houthi kemudian berjanji akan meningkatkan serangan terhadap Israel.
Sementara itu, seorang warga Sanaa yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan kepada AFP bahwa menyerang pertemuan tingkat menteri adalah tindakan pengecut dan brutal
Dia juga menyayangkan adanya sebagian orang di Yaman yang merayakan peristiwa berdarah tersebut. (Fer/I-1)