
Presiden Prabowo Subianto meresmikan peletakan batu pertama megaproyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) konsorsium Indonesia-China di Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6). Pabrik ini disebut dapat menyuplai ratusan ribu unit mobil listrik.
"Untuk lokasi ini, Pak Presiden, kita resmikan kapasitas 15 GWh. 15 GWh ini setara dengan baterai untuk sekitar 250.000 sampai 300.000 mobil," ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia di lokasi, Minggu (29/6).
Tidak hanya untuk mobil listrik murni atau Battery Electric Vehicle (BEV), fasilitas tersebut lanjut Bahlil juga dapat diperuntukkan sebagai pemasok baterai untuk kebutuhan penyimpanan daya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Atas arahan Pak Presiden kemarin untuk kita bangun tidak hanya baterai mobil, tetapi juga baterai untuk mengisi daya solar panel dan kemarin sudah kita bicarakan sampai tadi malam. Mereka bersedia untuk kita kembangkan agar semua produk ada di dalam negeri," paparnya.

Bertempat di kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, proyek strategis nasional itu menelan investasi USD 5,9 miliar atau kira-kira setara Rp 96 triliun dan dikatakan mampu menyerap 8.000 tenaga kerja langsung, serta 35.000 yang tidak langsung.
"Kita tidak punya lithium. Mangan, kobalt, dan nikel kita punya semua. Tetapi teknologi itu memang belum terlalu kita miliki secara komprehensif, karena itu kita lakukan kerja sama dengan teman-teman dari Tiongkok, khususnya CATL," jelas Bahlil.
Setidaknya ada 6 proyek yang terlibat yaitu PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan Konsorsium CATL Brunp dan Lygned (CBL) yang merupakan anak perusahaan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).
Selain itu, investasi tersebut sejatinya juga termasuk 5 proyek yang dikembangkan di Kawasan PT Feni Haltim (FHT) yang merupakan joint venture Antam dan Hong Kong CBL Limited (HK CBL) di Halmahera Timur. Satu proyek lainnya berada di kawasan AIH, Karawang.

Jadi pada fase pertama, pabrik tersebut akan memproduksi 6,9 GWh mulai tahun 2026 dan mencapai kapasitas penuh sebanyak 15 GWh pada tahun 2028. Baterai yang diproduksi tidak hanya untuk kendaraan, namun juga untuk panel Surya (Solar PV).
Kemudian pada 2027, dimulainya subproyek smelter pirometalurgi (RKEF) yang menghasilkan produk refined nickel alloy dengan rencana produksi sebesar 88 ribu ton per tahun. Tahun berikutnya, subproyek smelter hidrometalurgi (HPAL) menghasilkan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan rencana produksi sebesar 55 ribu ton per tahun.
Lalu subproyek bahan baterai dengan produk bahan katoda Nickel Cobalt Manganese (NCM) dengan rencana produksi sebesar 30 ribu ton per tahun mulai dijalankan pada tahun 2028. Ada juga subproyek daur ulang baterai yang menghasilkan produk Nikel Cobalt Mangan Sulfat dan Lithium dan Lithium Karbonat dengan rencana produksi sebesar 20 ribu ton per tahun pada 2031.
"Groundbreaking ini bukti keseriusan para pemimpin kita dan kerja sama kita dengan mitra, sahabat, serta kawan kita dengan program yang menurut saya ini bisa dikatakan kolosal, terobosan luar biasa," buka Presiden Prabowo saat seremoni groundbreaking.
Prabowo bercerita bahwa cita-cita hilirisasi yang diinisiasi negara sudah ada sangat lama, terhitung sejak era Presiden RI Pertama, Soekarno, yang terus dilanjutkan presiden berikutnya. Hingga menyinggung masa peninggalan Presiden ke-7, Joko Widodo.
"Dan terakhir, pendahulu saya, Presiden Republik Indonesia yang ketujuh, Pak Joko Widodo, lebih menekankan pentingnya hilirisasi dan memulai secara nyata program hilirisasi di era sekarang, di era abad ke-21 ini," terangnya.