Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan sidak ini dilakukan untuk memantau kondisi perdagangan beras di tengah polemik beras oplosan.
"Dari keterangan pedagang, misalnya mereka biasanya menjual 15-20 ton beras per hari, namun saat ini hanya 6-10 ton beras per hari," kata Yeka dalam keterangannya, Senin (11/8).
Dia kemudian membeberkan data Pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, perbandingan beras masuk dan beras keluar di PIBC antara periode 1-10 Juli 2025 dan 1-10 Agustus 2025. Data itu menunjukkan adanya penurunan beras yang masuk 22,97 persen dan yang keluar 20,84 persen.
Penurunan penjualan beras ini berdampak pada buruh harian lepas sektor bongkar muat yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1.200 orang. Yeka mengatakan sebanyak 80 persen tidak bekerja karena menurunnya volume pembelian beras di pasar induk tersebut.
Selain harga, Yeka juga menemukan kenaikan harga beras di PIBC sebesar Rp 200 pada 2 minggu terakhir, harga jual termurah Rp 13.150 dan harga termahal Rp 14.760.
"Situasi ini memerlukan perhatian serius pemerintah. Perlindungan terhadap konsumen harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap keberlangsungan pelaku usaha dan pekerja," ujar Yeka.
Yeka mengatakan Ombudsman akan berkoordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait untuk mencari solusi atas permasalahan ini.
Dalam kesempatan yang sama, Yeka dan tim Ombudsman juga meninjau gudang PT Food Station Tjipinang Jaya dan menemukan, stok beras untuk program Pangan Subsidi kosong, terakhir disalurkan pada 9 Agustus 2025.
Menurut Yeka, proses penegakan hukum tidak boleh mengganggu layanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyalurkan program pangan subsidi.
Selain sidak, Ombudsman juga mengamati rangkaian proses uji mutu bersama Tim Quality Control PT Food Station terhadap lima sampel beras. Hasilnya, kadar air, butir patah, menir dan derajat sosoh telah sesuai dengan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.