
Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, buka suara terkait rencana pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh pedagang online atau e-commerce.
Maman enggan berkomentar banyak terkait kebijakan tersebut, sebab dirinya baru saja mendapatkan informasi namun belum berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Belum, nanti setelah kita ada ini deh, gue juga baru dapet update," katanya saat ditemui di kantor Kemenko Pangan, Kamis (26/6).
Saat ini pedagang UMKM (offline) memang sudah dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen per bulannya untuk omzet di atas Rp 500 juta, sesuai PP 55/2022. Namun, kebijakan ini belum berlaku untuk pedagang e-commerce.
"Kalau yang 0,5 persen kan memang sudah berjalan (untuk UMKM offline). Nah ini makanya gue belum bisa jawab, gue koordinasi dulu," jelasnya.
"Jadi nanti gue akan sampaikan setelah kita koordinasi dengan Kementerian. Pokoknya nanti gue update setelah ada pembicaraan," imbuh Maman.
Sebelumnya, DJP menilai kebijakan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli menjelaskan, kebijakan ini merupakan perubahan mekanisme, bukan penambahan jenis pajak baru.

Marketplace nantinya akan bertugas memotong langsung pajak atas transaksi penjualan yang terjadi di platform mereka. Kebijakan ini menyasar pelaku usaha yang memang sudah memiliki kewajiban membayar PPh, tetapi selama ini menjalankan kewajiban secara mandiri.
Namun, UMKM orang pribadi tetap mendapat pengecualian. Mereka yang memiliki omzet tahunan sampai dengan Rp 500 juta akan tidak dikenai PPh dalam skema pemungutan baru ini.
“Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (26/6).
Rosmauli juga menegaskan, kebijakan ini bukan ditujukan untuk membebani pelaku usaha. Melainkan justru untuk memberikan kemudahan administrasi dan menciptakan keadilan. Dengan skema baru, proses pelaporan dan pembayaran pajak akan lebih sederhana dan terintegrasi langsung di dalam sistem marketplace.
“Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru,” ungkap Rosmauli.
Rosmauli menegaskan, peraturan teknis masih dalam tahap finalisasi. Dia juga berjanji akan mensosialisasikan aturan secara transparan dan terbuka begitu ditetapkan.