TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan penyelesaian insiden intoleransi di Indonesia seperti pengrusakan rumah doa tidak bisa diselesaikan hanya dengan aturan formal atau undang-undang, melainkan harus menyentuh hati dengan konsep kurikulum cinta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebanyak apa pun undang-undang, tapi kalau hati tidak berkomunikasi, tidak banyak artinya. Maka dari itu, Saya kenalkan konsep baru, yaitu kurikulum cinta,” kata Nasaruddin di dalam Forum Nasional Kerukunan Umat Beragama di Tangerang pada Rabu, 6 Agustus 2025.
"Kerukunan sejati itu harus didukung oleh keluhuran dan pemahaman yang sangat dalam tentang agama kita masing-masing.
Pada Sabtu, 27 Juli 2025, terjadi perusakan rumah doa jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang, Sumatera Barat. Dalam insiden tersebut terjadi kepanikan, termasuk di kalangan anak-anak, serta aksi perusakan fasilitas rumah ibadah oleh massa. Rekaman video yang beredar memperlihatkan puluhan orang membawa kayu dan merusak kursi serta kaca di rumah doa tersebut.
Ia melanjutkan persoalan kerukunan lebih bersifat state of mind atau pemikiran ketimbang formal. Nasaruddin juga menyampaikan Kementrian Agama sedang mencoba pendekatan baru yang disebut kurikulum berbasis cinta.
Kurikulum ini dirancang sebagai strategi jangka panjang untuk tidak hanya mengajarkan toleransi sebagai konsep, tapi juga menanamkan empati, penghargaan atas kemanusiaan, dan semangat belas kasih sebagai prinsip hidup beragama.
Kurikulum ini, kata Nasaruddin, tidak hanya berlaku di sekolah, tapi juga di masjid, rumah ibadah lain, lingkungan RT, hingga rumah tangga. Nasaruddin juga mengkritik pengajaran agama yang masih menekankan principle of negation atau perbedaan.
Ia mengusulkan agar filosofi kurikulum diubah menjadi principle of identity atau prinsip identitas yang menekankan pada kesamaan, seperti sesama bangsa Indonesia dan anak manusia.
"Jika ada orang yang mengajarkan agama, tapi menekankan perbedaan yang menjurus pada konflik, itu bukan mengajarkan agama, tapi kebalikan dari agama itu sendiri," tegasnya.
Nasaruddin kemudian menambahkan satu konsep baru, yaitu ukhuwah makhlukiyah atau persaudaraan sebagai sesama makhluk. Menurut dia, konsep tersebut yang penting. "Tantangan kita umat beragama adalah bagaimana melakukan re-sakralisasi alam semesta," ujarnya.