Di tengah kekhawatiran masyarakat akan maraknya peredaran beras oplosan, sebuah kampung adat di tengah Kota Cimahi tetap tenang. Di sana, ketahanan pangan sudah tercipta sejak era leluhur mereka.
Kampung adat itu bernama Cireundeu, dan berlokasi di Leuwigajah, Cimahi Selatan. Sejak 1918, atau masa kolonial Hindia Belanda, para sesepuh Cireundeu memutuskan untuk beralih ke umbi-umbian.
Pada era itu, Cireundeu mengalami krisis pangan karena hasil padi diambil penjajah. Menghadapi krisis itu, hanya ada 2 pilihan bagi para sesepuh: jadi antek Belanda atau mencari alternatif pangan lain.
Mereka memilih alternatif kedua. Butuh 6 tahun bagi Cirendeu untuk mandiri secara pangan, mereka memanfaatkan singkong di sekitar sebagai pengganti bahan pokok. Kebiasaan makan olahan singkong itu bertahan hingga kini.
Abah Widi salah satunya, ia adalah Wakil Sesepuh Kampung Adat Cireundeu. Kepada kumparan ia bercerita sudah 63 tahun lamanya tak makan nasi atau olahan apa pun yang menggunakan tepung beras.
Baginya, ini adalah caranya untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ditinggalkan para sesepuh.
“Kita harus menjaga bentuk warisan atau budaya. Kalau kebiasaan nggak makan beras ya jangan (dilanggar). Berarti kita membohongi batinnya sendiri. Intinya begini. Kehidupan itu, Abah di adat itu, kodrat bukan pilihan. Kalau yang namanya kodrat itu, apa yang diwariskan oleh sesepuh kami (harus dijaga),” katanya saat ditemui di rumahnya, Jumat (25/7).
Menurutnya, untuk mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah harus memberikan kepastian kepada masyarakat. Jangan sampai membuat rakyat merasa dibohongi karena beredarnya beras oplosan.
“Ketahanan pangan itu butuh kepastian. Kalau singkong ya singkong, kalau jagung ya jagung. Harus kembali ke zaman dulu negara kita," kata Widi.
Baginya, semua kawasan di Indonesia punya potensi kuat untuk mewujudkan ketahanan pangan masing-masing.
"Papua dengan sagunya, Madura dengan jagungnya. Cireundeu dengan singkongnya. Itu kan secara ritual ya pilihan yang tepat. Tidak harus membohongi masyarakat,” tutupnya.
Ketahanan Pangan Berdampak Pada Ekonomi Warga
Sekali panen, Kampung Adat Cireundeu dapat menghasilkan puluhan kilogram beras singkong, yang kemudian diolah menjadi rasi untuk dikonsumsi dan dijual dengan harga Rp 12.000 per kg.
Salah satu warga Kampung Adat Cireundeu, Neneng (44), mengatakan bahwa memakan olahan singkong sudah menjadi tradisi yang diturunkan setiap generasinya.
Selain diolah menjadi rasi, Neneng mengatakan, biasanya juga dibuat menjadi kue dan makanan ringan, seperti cireng, seroja, bandeng, dan Read Entire Article