
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima permohonan perlindungan dari mantan pegawai Baznas Jawa Barat berinisial T, yang melaporkan dugaan penyelewengan dana hibah dan zakat. Permohonan diajukan seiring meningkatnya potensi ancaman terhadap pelapor, termasuk mengenai proses hukum yang sedang berlangsung.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, menyatakan saat ini LPSK masih melakukan penelaahan mendalam terhadap permohonan perlindungan yang diajukan, baik dari segi substansi laporan dugaan korupsi yang disampaikan maupun dari sisi status hukum dan tingkat kebutuhan perlindungan bagi pemohon.
Menurutnya, pelapor memiliki peran penting dalam membuka akses awal terhadap informasi penyimpangan di dalam institusi, dan oleh karena itu, respons negara terhadap keberanian tersebut harus berupa perlindungan, bukan pembalasan.
"LPSK sedang menelaah permohonan yang disampaikan oleh pemohon pada 27 Mei 2025 dan berkoordinasi dengan Kejari Bandung dan Polda Jabar. Kami ingin memastikan bahwa pelapor yang datang dengan itikad baik memperoleh ruang aman untuk menyampaikan kebenaran," kata Susi kepada wartawan, Jumat (13/6).
Ia juga menekankan pentingnya peran aparat penegak hukum menjaga kepercayaan publik dengan menindaklanjuti secara serius laporan-laporan dari masyarakat.
"LPSK mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi yang disampaikan oleh pemohon melalui LPSK," ujar Susi.
Lebih jauh, Susilaningtias menegaskan bahwa LPSK berkomitmen mendukung keberanian masyarakat dalam mengungkap pelanggaran, termasuk dari kalangan internal lembaga, selama dilakukan secara itikad baik dan sesuai hukum.
Hasil Telaah Awal
Berdasarkan penelaahan awal LPSK, pelapor T diketahui bekerja sebagai amil di Baznas Jabar sejak tahun 2018 dan sempat memegang sejumlah posisi strategis, termasuk di Divisi Kepatuhan dan Audit Internal. Dalam kapasitasnya sebagai orang dalam, T mengaku menemukan indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dua sumber dana utama: dana hibah dan dana zakat.
T mengungkap dugaan penyelewengan dana hibah sebesar Rp 11,7 miliar yang bersumber dari APBD Jawa Barat tahun anggaran 2021, untuk program bantuan sosial bagi masyarakat terdampak COVID-19. Selain itu, ia menyoroti penggunaan dana zakat sebesar Rp 9,8 miliar yang melebihi ambang batas maksimal biaya operasional menurut regulasi, yakni 20,5% dibanding ketentuan maksimal 12,5 persen.
Kasus ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk ICW dan LBH Bandung, yang khawatir dalam proses hukum terhadap T terdapat kriminalisasi terhadap whistleblower.
Saat ini T menyandang status tersangka atas dugaan pelanggaran UU ITE terkait pengiriman dokumen digital kepada otoritas pusat dalam rangka pelaporan pelanggaran.
Menurut Susi, LPSK akan mengawal proses perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa prinsip perlindungan terhadap pelapor ditegakkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Bantahan
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Barat membantah adanya penyalahgunaan wewenang yang ditudingkan T. Wakil Ketua IV Bidang SDM, Adm, Umum dan Humas Baznas Jabar Achmad Faisal mengatakan, dari hasil audit Inspektorat Daerah Pemprov Jabar menyatakan semua tuduhan tersebut tidak terbukti.
“Kemudian, laporan tuduhan TY tentang tuduhan penyelewengan dana hibah penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 11,7 miliar di tahun 2020 juga disampaikan ke Baznas RI yang ditindaklanjuti dengan audit khusus tanggal 3-9 Oktober 2023. Tanggal 15 Juli 2024, keluar surat dari Baznas RI nomor B/2881/DKMR-DAKM/KETUA/KD.02.05/VII/2024 tentang Laporan Hasil Audit DAKM BAZNAS RI, yang menyatakan bahwa semua tidak terbukti,” terang Achmad dalam konferensi pers, di Baznas Jabar, Jl. Soekarno Hatta, Bandung, Jawa Barat, Senin (2/6).
Sementara itu, terkait tuduhan penyelewengan dana zakat senilai Rp 9,8 miliar, berdasarkan dari hasil laporan audit syariah Irjen Kemenag RI tidak ditemukan penggunaan dana zakat untuk kebutuhan fi sabilillah, meliputi dakwah, edukasi, dan sosialisasi sebagai pernyataan Tri.