REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengadilan Negeri Semarang (PN) kembali menggelar sidang kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Universitas Diponegoro (Undip), Rabu (6/8/2025). Agenda persidangan adalah pemeriksaan terdakwa Zara Yupita Azra, yakni senior Aulia Risma.
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap bukti pengancaman Zara terhadap angkatan Aulia Risma via aplikasi perpesanan WhatsApp. Zara merupakan Angkatan 76 PPDS Anestesia Undip, sementara Aulia Risma angkatan 77. Sama seperti mahasiswa PPDS Anestesia Undip lainnya, mereka berdua menjadi residen di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi.
Di persidangan, Zara menjelaskan tentang bagaimana penerapan hukuman oleh senior jika junior melakukan kesalahan. "Sistem di anestesi itu, yang (berbuat) salah semester I, yang menanggung adalah kakaknya semester II. Jadi kalau saya semester II berbuat kesalahan, yang dihukum adalah kakak saya yang semester III. Seperti itu terus," ucapnya.
Zara mengakui dia adalah kakak pembimbing almarhumah Aulia Risma. Zara mengatakan, kakak pembimbingnya pernah ditegur angkatan PPDS Anestesia Undip yang lebih senior karena kesalahan yang dibuat Aulia Risma. Zara kemudian ikut terkena damprat oleh kakak pembimbingnya.
"Yang saya bilang tadi, hukumannya berjenjang. Ya sudah, saya marah ke Risma juga, karena waktu itu saya dimarahin juga sama atas," ujar Zara.
JPU kemudian mengungkap bukti percakapan grup di aplikasi WhatsApp berisi makian dan ancaman yang pernah dilayangkan Zara kepada angkatan Aulia Risma. "Sudah pada pintar sampai berani enggak respons? Empat tahun kalian sama aku. Kalian senggol aku, kalian respons masih jelek. Kupersulit hidup kalian selama masih di anestesi," kata JPU menyitir pesan yang dikirimkan Zara di grup percakapan WhatsApp bernama "1 2 Anestesi".
Tak hanya itu, Zara pun sempat melayangkan ancaman yang lebih ekstrem kalau dia harus dihukum ditambah jam jaga di RSUP Dr. Kariadi oleh seniornya. "Kamu masih respons negatif dan kerjaan enggak beres, sampai aku kena hukum karena kamu, kupersulit hidupmu sampai kamu keluar dari anestesi. Sampai aku bulan depan biru (tambah jam jaga) satu bulan, semua mati," ucap JPU yang kembali menyitir pesan yang dikirimkan Zara.
Zara menjelaskan ancaman yang dituliskannya di grup "1 2 Anestesi" tersebut tidak sungguh-sungguh. Menurut Zara, Auli Risma dan teman-teman seangkatannya sudah berulang kali melakukan kesalahan yang berkaitan dengan persiapan medis dan penanganan pasien.
"Jadi kami sudah ajarin berulang-ulang dengan cara yang baik, tapi masih juga salah dan salah, sampai angkatan kami bergantian dapat hukuman kakak-kakak (senior)," kata Zara.
Zara mengakui dia gusar karena mendapat hukuman bertubi-tubi dari seniornya. "Saya marah, itu (pesan di grup WhatsApp) hanya ucapan saya marah. Tapi saya tidak ada maksud untuk itu," ucapnya.
Selain itu, Zara pun mengakui dia dan teman seangkatannya pernah mengumpulkan Aulia Risma serta teman-teman seangkatannya di markas mahasiswa PPDS Anestesia Undip Angkatan 76. Ketika resmi menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip, mahasiswa senior memang memerintahkan angkatan terkait untuk mempunyai markas atau basecamp.
Zara mengungkapkan, dikumpulkannya Aulia Risma dan teman-teman seangkatannya di markas juga atas instruksi mahasiswa senior. Aulia Risma Cs diminta berkumpul ketika telah melakukan sejumlah kesalahan.
"Biasanya mereka (mahasiswa senior) minta bukti foto berdiri. Kita berdirikan mereka, kita foto, terus kita duduk evaluasi bareng-bareng," kata Zara.
Dia pun tak mengelak ketika JPU apakah ada umpatan atau makian pada saat proses evaluasi tersebut. "Biasanya kalimatnya memang kasar, seperti, 'Jangan bodoh lah, jangan goblok. Kami ini sudah capek, jangan tambah beban kami'," ujar Zara.
Menurut Zara, angkatan Aulia Risma dikumpulkan di basecamp antara satu hingga tiga kali dalam sebulan. Mereka biasanya dikumpulkan pada malam hari ketika jam jaga di RSUP Dr. Kariadi telah usai.