
KPK memeriksa mantan Pj Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Ahmad Effendy Pohan, terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa penyidik mendalami Ahmad Effendy terkait pergeseran anggaran proyek pembangunan jalan di Sumut.
"Didalami terkait dengan pergeseran anggaran dari dua proyek di PUPR. Kan sebelumnya belum masuk, ya, di dalam perencanaan anggaran, kemudian proyek itu muncul, ada dan itu bagaimana prosesnya kita dalami," ujar Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7).
Budi menyebut belum bisa menyampaikan lebih rinci terkait pergeseran anggaran dari dua proyek yang dimaksud.

"Kami belum bisa sampaikan secara detail materi penyidikan ini. Namun, secara umum yang didalami terhadap saksi yang hari ini dipanggil adalah terkait dengan pergeseran anggaran tersebut," ucap dia.
Terkait pemeriksaan ini, belum ada tanggapan atau keterangan yang disampaikan oleh Ahmad Effendy.
Kasus Korupsi Proyek Jalan di Sumut
Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6). OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.

Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.